Mekanisme Penetapan Mustahik di Baitul Mal Aceh

  • Share this:
post-title

Oleh Dr. Abdul Rani Usman, M.Si Anggota Badan BMA

Artikel ini mencoba melihat bagaimana zakat disalurkan oleh Baitul Mal Aceh (BMA) kepada mustahik yang ada di Aceh. Qanun memerintahkan BMA untuk merencanakan, mengumpulkan dan menyalurkan zakat dengan tepat sasaran kepada mustahik. Firman Allah  dalam surat at-Taubah ayat 60, zakat disalurkan kepada 8 golongan yaitu fakir, miskin, amil, muallaf, riqab, gharimin, fisabilillah dan ibnu sabil. Zakat yang dikelola oleh Baitul Mal di Aceh dominan dikumpulkan dari zakat penghasilan Aparatur Sipil Negara di wilayah kerja Pemerintahah Aceh dan para pekerja swasta, serta zakat pribadi masyarakat umum lainnya.

Aspek pertimbangan syariah, salah satunya terkait definisi operasional asnaf penerima zakat, adalah tugas Dewan Pertimbangan Syariah (DPS). Perencanaan program penyaluran dilakukan oleh Badan Baitul Mal Aceh, sedangkan pelaksanaan program dan kegiatan zakat dilakukan oleh Sekretariat.

Dasar Penyaluran Zakat

BMA memberikan zakat kepada 7 tujuh senif. Senif riqab masih belum disalurkan karena  masih memerlukan pemaknaan kembali oleh DPS. Sasaran zakat sangat konkrit dalam al-Quran dan hadis sehingga golongan mustahik yang mendapatkan zakat tidak perlu diperdebatkan lagi. Namun demikian, pada praktik operasionalnya, amil perlu menetapkan prioritas penerima bantuan serta menentukan kriteria mustahik bedasarkan kebijakan lembaga serta tidak bertentangan dengan aturan fikih zakat.

Menurut Abu Tsaur yang dikutip Qardhawi (2007), permasalah pembagian zakat tidaklah ada, kecuali berdasarkan ijtihad penguasa. Maka mana di antara sasaran itu yang menurut penguasa lebih banyak jumlahnya dan lebih membutuhkan, itulah yang harus diutamakan. Penguasa menjadi penentu kebijakan ke mana saja dan seberapa saja zakat harus disalurkan. Kebijakan tersebut dibolehkan selama tidak melenceng dari asnaf yang tertera dalam Firman Allah. 

Apabila penguasa mengumpulkan sedekah dari semua daerah dan seluruh sasaran zakat ada, maka bagi setiap sasaran diberikan hak untuk memintanya, akan tetapi tidak diwajibkan membagikan atau menyamaratakannya pada semua sasaran. Kepada penguasa diperkenankan memberi bagian lebih besar pada sebagian sasaran atau memberi hanya kepada sasaran tertentu saja, kalau ia melihat dengan itu akan lebih bermanfaat bagi kaum muslimin (Qardhawi, 2007:668). Kebijakan penguasa terkait penyaluran zakat menjadi panduan bagi amil BMA. Tentunya penguasa yang mampu memaknai zakat sesuai dengan konteks zaman pada saat mereka memimpin.

Dengan kata lain, zakat wajib diberikan kepada delapan asnaf. Sedangkan penentuan porsi pembagian kepada salah satu sasaran sangat tergantung kepada kebijakan pengelola zakat, dengan mempertimbangkan aspek kemaslahatan ummat. zakat mesti dibagikan pada semua mustahik, apabila harta zakat itu banyak dan semua sasaran itu ada, kebutuhannya sama atau hampir sama. Tidak satu sasaran pun boleh dihalangi untuk mendapatkan apabila itu merupakan haknya serta benar-benar dibutuhkan (Qardhawi, 2007:670). 

Penentuan Mustahik di BMA

Dalam memilih mustahik, amil BMA mengikuti aturan fikih serta berpedoman pada undang-undang dan regulasi yang ada di Indonesia, termasuk regulasi pendukung yang dinyatakan sah menurut undang-undang seperti Keputusan Dewan Pertimbangan Syariah dan Keputusan Badan BMA. Atas dasar itulah amil BMA menjalankan tugas mengumpulkan dan menyalurkan zakat. 

Untuk keperluan penulisan artikel ini, penulis melakukan wawancara dengan amil. Salah satunya dengan Juliani, yang sudah 11 tahun bekerja sebagai amil dan ikut melakukan verifikasi mustahik di BMA. Juli memverifikasi calon penerima bantuan usaha individu tahun 2022 di Kabupaten Pidie, berdasarkan surat tugas sekretariat BMA. Verifikasi dilakukan guna  memvalidasi proposal yang masuk ke BMA baik melalui pendaftaran online maupun melalui konter. Dalam menggali informasi dari mustahik, Juliani bersama timnya berkoordinasi dengan pihak kecamatan serta aparatur desa setempat. 

Juliani menjelaskan, dalam melakukan verifikasi, ia mendatangi tempat usaha di mana calon mustahik itu berbisnis. Lalu informasi dicatat dalam form verifikasi sesuai data yang didapatkan di lapangan. Setelah itu, direkap dan dianalisis bersama tim guna merekomendasi layak atau tidaknya seseorang menerima bantuan dari BMA. 

Amil memverifikasi sesuai dengan petunjuk dan kriteria yang ditentukan BMA dalam Petunjuk Teknis (Juknis) zakat. Ezi Zulfirman, amil lain yang diwawancara penulis,  menyebutkan pengalamannya memverifikasi mustahik yang sedang berobat di Rumah Sakit Umum Zainoel Abidin (RSUZA) Banda Aceh. Verifikasi dilakukan terkait ekonomi pasien, rutinitas berobat, serta jauhnya perjalanan  pasien ke RSUZA. Pasien yang diverifikasi Ezi adalah orang yang berobat secara rutin di RSUZA. Jika pasien berobat secara rutin diberikan biaya transport, sedangkan biaya pengobatannya ditanggung pemerintah. 

Penulis sebagai amil di BMA juga memiliki pengalaman melakukan evaluasi program ke Kabupaten Bireun tanggal 4 Maret 2023 sambil menghadiri pembukaan Musyawarah Wilayah Muhammadiyah Aceh ke 39 di Bireuen. Penulis mengevaluasi sejauh mana dampak bantuan BMA kepada BUMG Malaka, Gampong Jangka Alue Bie, Kecamatan Jangka Kabupaten Bireun. Penulis datang bersama drg. Agus Suprapto, Staf khusus Menteri PMK Muhajir Efendi. 

Sistem investigasi bersikap santai laksana orang ingin membeli barang. Model investigasi yang dilakukan amil BMA ada yang terstruktur seperti format yang telah ditentukan oleh BMA. Namun, penulis sebagai peneliti kualitatif  sering melakukan investigasi dengan bergaya orang kampung dan sangat jarang memperkenalkan secara formal dari BMA. Fenomena ini menjadi model investigasi yang dilakukan oleh amil BMA dalam memverifikasi calon mustahik ataupun peninjauan mustahik. Terkait amil menurut Sayed Muhammad Husen (2022),  amil memiliki keahlian dalam bidang pemberdayaan ekonomi, sosial dan melaksanakan community development.

Model verifikasi calon mustahik sangat ketat guna menghindari kesalahan dalam menentukan layak atau tidaknya mustahik. Kecerdasan intelektual dan kecerdasan psikologi amil dalam memaknai calon mustahik menjadi syarat utama dalam merekomendasikan seseorang mendapat bantuan. Model investigasi amil BMA bersifat partisipatoris (Mikklesen, 2011). Artinya amil selain mengkaji dan menganalisis kebutuhan mustahik sekaligus menganalisis dinamika sosial dalam masyarakat. Analisis ini diperlukan karena dana zakat adalah diperuntukkan kepada kemaslahatan umat. Kemampuan amil BMA sangat menentukan apakah zakat layak diberikan atau tidak kepada mustahik. Amil BMA selain intelektual kemampuan memaknai roh zakat itulah yang membuat zakat itu bermanfaat bagi masyarakat setempat. Amil BMA mengabdi demi kemaslahatan umat.


Tags: