Oleh:
Didi Setiadi/Kabag Umum BMA
Setelah
sekian lama vakum dari aktivitas penyaluran infak, BMA direncanakan tahun depan
dan selanjutnya akan sibuk dengan berbagai program dan kegiatan penyaluran
infak. Kevakuman penyaluran infak terjadi dengan berbagai alasan dan kendala
seperti tidak diplotnya anggaran infak oleh TAPA, belum dikeluarkannya
rekomendasi Dewan Pengawas Syariah (DPS) dan alasan paling mutakhir adalah
belum selesainya revisi Qanun 10 Tahun 2018.
Melihat
kilas balik penyaluran infak berdasarkan Laporan Tahunan Baitul Mal Aceh Annual
Report 2014 sebagai berikut: Lembaga Keuangan Mikro Syariah; Pembangunan
Islamic Training Center; Pembangunan Rumah Fakir Miskin; Penerbitan Media
Islam; Research/Penelitian; Wakaf; Konferensi Zakat; Pembelian Tanah;
Pembangunan Masjid Daerah Bencana Gempa Gayo; Penguatan Sistem Manajemen
Pengelolaan Ziswaf dan Lainnya; Penguatan Syariat Islam dan Peningkatan SDM
Amil.
Berdasarakan
Laporan Penyaluran Zakat dan Infak Baitul Mal Aceh Annual Report 2015,
penyaluran infak diperuntukan untuk berbagai program/kegiatan, di antaranya:
Reward untuk Penghapal Al-Qur’an; Pembangunan Rumah Fakir Miskin; Pembangunan
Masjid di Daerah Gempa Gayo (lanjutan); Bantuan Musibah Bencana
Alam/Kemanusiaan/Bantuan Sosial; Bantuan Dana Renovasi Masjid; Insentif Relawan
BMA; Bantuan Rehabilitasi Korban Pecandu Narkoba, Bantuan Infak Produktif;
Biaya Pendampingan Hukum; dan Honorarium Anggota Dewan Pertimbangan Syariah.
Kalau
kita lihat aktivitas penyaluran infak selama dua tahun itu, yaitu 2014 dan 2015
tergambar dengan jelas peruntukan dana infak yang fleksibel dan mempunyai
cakupan yang luas demi kepentingan umat. Keputusan untuk melakukan akivitas
penyaluran dan menentukan bentuk-bentuk program dan kegiatan tentunya sudah
berdasarkan pada keputusan pertimbangan Dewan Pertimbangan Syariah pada waktu
itu.
Namum
kemudian, pada tahun-tahun berikutnya, yaitu tahun 2016, 2017, dan 2018 adalah
tahun vakum penyaluran dana infak kecuali tahun 2018 ada penyaluran dana infak
sedikit untuk proses verifikasi rumah duafa dan pembayaran honor-honor. Di
tahun-tahun tersebut tidak ada penyaluran dana infak yang signifikan yang
berbasis program dan kegiatan seperti tahun 2014 dan 2015.
Ada
beberapa kendala krusial pada tahun- tahun di mana tidak ada penyaluran dana
infak. Tapi ada satu kendala utama yang membuat amil BMA ragu ragu untuk
mengeksekusi anggaran dana infak, yaitu adanya masukan dari auditor pemeriksa
keuangan bahwa dana infak yang dipungut oleh pemerintah secara alamiah adalah
termasuk pendapatan negara walaupun dalam qanun lama yaitu Qanun 10 Tahun 2007
belum tegas disebutkan. Infak di qanun lama tersebut termasuk dalam harta agama
lainnya yang sebetulnya juga dipungut, dikelola dan disalurkan oleh Baitul Mal.
Tahun
2019 adalah tahun pertama dana infak masuk menjadi PAA dan tertuang di DPA
Sekretarian BMA sesuai Qanun Aceh No. 10 Tahun 2018. Pada tahun ini diplotting
dana infak oleh TAPA sebesar Rp 91.914.980.000,00 melalui APBAP 2019 dengan
peruntukan sebagian besar untuk pembangunan rumah duafa sebanyak 1.100 unit
yang verifikasinya sudah dilakukan pada tahun 2018.
Tetapi
kemudian pembangunan rumah duafa ini ternyata tidak sesuai dengan Qanun 10
Tahun 2018 pasal 126 yang tidak mengamanahkan pembangunan rumah duafa. Sehingga
pembangunan rumah duafa dibatalkan dan tidak ada realisasi signifikan dari
penyaluran dana infak tahun 2019 kecuali untuk honor pengelola anggaran yang
sudah dibayar sebesar Rp 88.986.260,00.
Tahun
2020 tidak ada plotting anggaran infak oleh TAPA karena sedang diupayakan
revisi Qanun 10 Tahun 2018 dan juga tahun di mana mulai muncul wabah Covid-19.
Tahun
2021 diplotting anggaran infak sebesar Rp 190.895.469.364,00 yang merupakan
akumulasi dana infak dari tahun-tahun sebelumnya yang tidak terealisasi. Dan
untuk tahun ini belum ada satu rupiahpun terealisasi disebabkan revisi qanun
belum selesai. Sampai tulisan ini dibuat Kamis 5 Agustus 2021 sedang dibahas
finalisasi revisi qanun di Badan Legislasi DPRA yang kemudian nantinya akan
diparipurnakan dan dikirimkan ke kemendagri untuk mendapatkan persetujuan dari
mendagri.
Ada
beberapa poin materi revisi qanun ini dan salah satunya adalah bunyi pasal 126
tentang penyaluran infak. Pasal ini memuat dua ayat di mana ayat satu yang
sebelumnya memuat tiga bentuk penyaluran infak, yaitu pertama pemberdayaan
ekonomi masyarakat, kedua diinvestasikan sebagai tabungan dana umat untuk
pemberdayaaan ekonomi dan/atau kesejahteraan umat, serta ketiga penyertaan
modal.
Kemudian
dimateri revisi ditambah dengan bentuk keempat yaitu kemaslahatan umat dan
bentuk kelima yaitu bantuan tanggap darurat untuk masyarakat yang terdampak
musibah. Selanjutnya ada tambahan rincian untuk bentuk pertama yaitu meliputi
a. Pemberdayaan dan perlindungan harta wakaf, b. Penelitian untuk pengembangan
ekonomi masyarakat, c. Pendampingan, pelatihan pembekalan pemberdayaan ekonomi
masyarakat, dan d. Kegiatan permberdayaan ekonomi lainnya. Sedangkan tambahan
rincian untuk bentuk keempat meliputi: a. Pembangunan/perbaikan rumah dhuafa,
b. Pembangunan MCK, c.pendampingan orang sakit, d. Pembanguna sarana tempat ibadah umat islam, dan e.
Kegiatan lainnya untuk kemaslahatan umat.
Materi
revisi terutama di pasal 126 sudah cukup kaya untuk menjangkau semua kegiatan
dana infak sehingga dana infak dapat digunakan lebih fleksibel seperti kegiatan
tahun 2014 dan 2015 walaupun tetap berdasarkan pada rekomendasi DPS seperti
tahun tahun sebelumnya. Kegiatan penyaluran infak pascaqanun baru hasil revisi
ditetapkan (entah kapan) seperti deja vu kegiatan tahun 2014 dan 2015 dan bisa
jadi dimulai tahun ini atau awal tahun depan lagi. Sudah semestinya kita
bersiap untuk menghadapinya.[]