Pengelolaan Wakaf Menurut Pergub 62 Tahun 2020 (Bagian Pertama)

  • Share this:
post-title

Oleh: Sayed M. Husen/Analis Wakaf BMA

Pengelolaan wakaf di Aceh dilaksanakan oleh Baitul Mal Aceh (BMA) dan Baitul Mal Kabupaten/kota (BMK) bersamaan dengan kewenangan lainnya dalam mengelola zakat, infak, harta agama, dan pengawasan perwalian. Hal ini telah diatur dengan Qanun Nomor 10 tahun 2018 tentang baitul mal sebagai pelaksanaan UU Nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh pasal 191: zakat, harta wakaf dan harta agama dikelola oleh BMA dan BMK yang selanjutnya diatur dengan qanun.

Untuk  melaksanakan ketentuan Qanun Aceh Nomor 10 tahun 2018 tentang Baitul Mal, telah dilakukan pergantian Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 137 tahun 2016 tentang Kedudukan, Susunan Organisasi, Tugas, Fungsi dan Tata Kerja Sekretariat BMA dengan Pergub Nomor 62 tahun 2020. Hal ini dilakukan karena Pergub tersebut tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman, kebutuhan hukum,  dan tentu saja supaya pengelolaan wakaf dapat dilakukan lebih optimal.

Salah satu indikator optimalnya pengelolaan wakaf dilihat dari kewenangan, tugas, dan fungsi Sekretariat BMA yang diatur dalam regulasi, dalam konteks tulisan ini, Pergub. Organisasi dan tata laksana yang baik akan menjamin berfungsinya manajemen, tersedianya sumber daya manusia profesional dan ketersediaan anggaran untuk menjalankan kegiatan dan rincian kegiatan wakaf. Kegiatan dan rincian kegiatan wakaf yang telah disahkan oleh Badan BMA dan DPS eksekusinya dijalankan oleh Sekretariat BMA. 

Menurut Pergub 62 Tahun 2020, Sekretariat BMA adalah unsur penyelenggara pelayanan dan pengelolaan zakat, infak, harta wakaf dan harta keagamaan lainnya dan pengawasan  perwalian pada tingkat provinsi Aceh (pasal 1 angka 9). Dalam hal pengelolaan harta wakaf, dapat dipahami bahwa Sekretariat BMA melaksanakan fungsinya sebagai pengelola (nazir), melakukan pembinaan, pengembangan, dan pengawasan terhadap nazir dan harta wakaf.  

Untuk dapat melaksanakan fungsi tersebut, Pergub ini membentuk organisasi yang terdiri dari Kepala Sekretariat, Bagian Umum, Bagian Pengumpulan dan Bagian Pemberdayaan. Masing-masing Bagian terdiri dari tiga Subbagian (pasal 3 ayat 1-4). Dari struktur organisasi ini, Bagian Umum memberikan pelayanan internal dan eksternal, Bagian Pengumpulan melaksanakan pengumpulan wakaf (harta bergerak dan tidak bergerak), sementara Bagian Pemberdayaan melaksanakan pemberdayaan, investasi dan pengawasan wakaf.

Menurut Pergub 62 tahun 2020 pasal 4 ayat (1), kedudukan  Sekretariat BMA adalah unsur penyelenggara pelayanan dan pengelolaan zakat, harta wakaf, harta keagamaan lainnya dan pengawasan perwalian pada tingkat provinsi Aceh. Dalam kedudukannya sebagai penyelenggara pelayanan, Sekretariat BMA melaksanakan kegiatan yang berhubungan dengan penyediaan tenaga administrasi dan pembiayaan BMA yang bersumber dari APBA, dan dalam hal pengelolaan harta wakaf melaksanakaan fungsi kenaziran dari tahap perencanaan hingga monitoring dan evaluasi. 

Qanun Nomor 10 tahun 2018 tentang Baitul Mal memperjelas pengertian pengelolaan, bahwa  pengelolaan adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan perencanaan, pendataan, pengumpulan, penyaluran, pengadministrasian, dan pengawasan terhadap zakat, infak, harta wakaf, harta keagamaan lainnya dan pengawasan perwalian (pasal 1 angka 52). Ini artinya pengelolaan wakaf oleh Sekretariat BMA dilakukan dari tahap perencanaan, pengumpulan wakaf, penyaluran manfaat wakaf (mauquf alaih), pemberdayaan harta wakaf hingga pengawasan terhadap nazir dan harta wakaf.

Dalam Pergub 62 tahun 2020 pasal 8 huruf c, g dan h menunjukkan tugas Sekretariat BMA yang semakin jelas di bidang pengelolaan dan pengembangan wakaf: pertama, pelaksanaan perencanaan, pendataan, pengumpulan, penyimpanan (perlindungan), penyaluran manfaat (mauquf alaih),  pengadminitrasian dan pengawasan terhadap wakaf. Kedua, fasilitasi proses sertifikasi tanah wakaf dan; ketiga, penerbitan sertifikat wakaf yang tidak diatur dalam perundang-undangan. 

Dari tugas tersebut, Sekretariat BMA sebenarnya dapat berfungsi sebagai nazir (pengelola) yang menghimpun wakaf dalam bentuk wakaf harta tidak bergerak, wakaf harta bergerak selain uang dan wakaf uang. Kemudian memberdayakan dan mengembangkannya supaya harta wakaf manfaatnya semakin besar dirasakan oleh penerima manfaat wakaf (mauquf alaih), sementara aset wakaf tetap dilestarikan. Hal mendesak lainnya adalah melakukan sertifikasi terhadap 8.810 persil tanah wakaf yang belum tersertifikasi di seluruh Aceh (data siwak.kemenag.go.id). 

Sampai di sini  dapat dipahami, Pergub telah membentuk organisasi Sekretariat Baitul Mal yang dapat menjalankan tugas dan fungsinya dalam pengelolaan dan pengembangan wakaf. Hanya saja jika kita baca pasal 3 ayat (4) yang menggabungkan Subbagian Wakaf dengan Perwalian, patut dipikirkan pemisahan yang tegas antara fungsi wakaf dan perwalian. Bahkan, supaya fungsi wakaf lebih optimal, jabatan Kepala Subbagian Wakaf dapat ditingkatkan menjadi Kepala Bagian Wakaf  (eselon tiga).*