Bolehkah Menyerahkan Zakat Langsung kepada Mustahik?

  • Share this:
post-title

Rubrik ini diasuh Kepala Baitul Mal Aceh, Dr Armiadi Musa, MA

 

Pembaca yang dirahmati Allah,  zakat merupakan ibadah yang sarat dengan nilai sosial. Kontribusi zakat terhadap pemberdayaan masyarakat miskin baru akan terlihat jika zakat didayagunakan dengan cara yang tepat. Karena itu, menjamin ketepatan penerima zakat merupakan hal yang mesti diutamakan. Barangkali pesan inilah yang bisa kita tangkap dari QS. At-Taubah; ayat tentang distribusi zakat (ayat 60) mendahului ayat tentang pengumpulan zakat (ayat 103). Lantas, lebih utama manakah antara membayarkan zakat langsung kepada mustahik atau membayarkan melalui perantara amil? berikut jawaban DR. Armiadi Musa, MA.

Pertanyaan :

Sering timbul pertanyaan dari masyarakat, mana yang lebih utama; zakat disalurkan langsung oleh muzakki kepada mustahiq, ataukah melalui amil? Jazakallah.

Abu Bakar, Lamlagang

Jawaban :

Terima kasih atas pertanyaan yang telah saudara sampaikan. Perlu kita sadari bersama, bahwa satu-satunya ibadah yang secara eksplisit, mantuq, dan tersurat diungkapkan ada petugasnya adalah zakat. Hal ini sebagaimana firman Allah dalam QS. At-Taubah ayat 60 yang artinya “sesungguhnya zakat-zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat (amil), para mu’allaf yang dibujuk hatinya, untuk memerdekakan budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah…”

Demikian juga dalam QS. At-Taubah ayat 103 yang artinya “ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.”

Para mufassir berpendapat bahwa kata ‘ambillah’ merupakan perintah Allah yang ditunjukan kepada Rasul-Nya agar Rasulullah sebagai pemimpin mengambil sebagian dari harta benda mereka sebagai zakat. Karena itu, Rasulullah Saw selalu mengutus para petugas zakat ke tiap-tiap daerah untuk memungut zakat, yang diambil dari orang-orang kaya di daerah itu dan diserahkan pada orang-orang miskinnya. Misalnya, beliau mengutus sahabat Muadz bin Jabal untuk pergi ke Yaman.

Dalam berbagai hadits pun diungkapkan bahwa Rasulullah Saw selalu mengutus petugas pengambil zakat (amil zakat) untuk mengambil zakat dari kaum aghniya (orang kaya yang wajib berzakat) untuk kemudian disalurkan kepada mustahiknya. Misalnya, dalam hadits riwayat Imam Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah mengutus Umar ibnul Luthbiah sebagai amil zakat (Fikih Zakat, Yusuf Qardhawi, hlm. 545). Dengan demikian, kalau ditanya manakah yang lebih utama? Maka jawabannya, bahwa zakat itu lebih utama jika diserahkan melalui para amil zakat yang amanah dan profesional.

Jika zakat itu diserahkan melalui amil (lembaga), mengutip pendapat Prof. DR. H. Didin Hafidhuddin, MSc, paling tidak ada lima keunggulan. Pertama, lebih sesuai dengan petunjuk al-Qur’an dan as-Sunnah; kedua, untuk menjamin kepastian dan disiplin pembayar zakat; ketiga, untuk menjaga perasaan rendah diri para mustahik apabila berhadapan langsung untuk menerima zakat dari para muzakki; keempat, untuk mencapai efisiensi dan efektivitas, serta sasaran yang tepat dalam pendayagunaan zakat, menurut skala prioritas yang ada pada suatu tempat; dan kelima, untuk memperlihatkan syi’ar Islam dalam semangat penyelenggaraan pemerintahan yang Islami.

Ada memang yang berpendapat bahwa zakat boleh disalurkan sendiri, langsung kepada mustahik. Tetapi hal ini baru boleh dilakukan jika amil tidak ada atau ada amil, tetapi amil tersebut sudah terbukti tidak amanah. Ketidakamanahan amil ini bukan hanya berdasarkan prasangka. Maka, tugas kita sekarang adalah berupaya untuk mendukung kerja-kerja amil yang telah terbentuk dan membangun amil zakat yang kredibel, amanah, profesional, memiliki program-program yang tepat sasaran dan sesuai syari’ah. Jangan hanya karena alasan tidak percaya terhadap amil zakat, kita menyerahkan zakat secara langsung kepada mustahiqnya. Hal ini tentu kurang tepat, tidak mengikuti sunnah dan jauh dari keunggulan-keunggulan yang sudah disampaikan di atas. Oleh karena itu, upaya-upaya perbaikan ke arah yang lebih sesuai dengan syariat Islam dan yang lebih tepat, mari kita lakukan secara bersama-sama. Wallahua’lam.