Oleh: Sayed M. Husen/Analis Wakaf BMA
Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 62 tahun 2020 adalah
regulasi tentang susunan organisasi dan tata kerja Sekretariat Baitul Mal Aceh
(BMA), karena itu, Pergub ini mengatur lebih rinci tentang tugas dan fungsi
masing-masing jabatan. Tugas dan fungsi tersebut selanjutnya diterjemahkan
dalam bentuk kegiatan dan rincian kegiatan, yang kemudian menjadi kinerja,
termasuk kinerja di bidang pengelolaan dan pengembangan wakaf.
Pergub misalnya mengatur tugas Kepala Sekretariat BMA:
memberikan pelayanan, menyelenggarakan kebijakan pengelolaan dan pengembangan
zakat, infak, harta wakaf, dan harta keagamaan lainnya, serta pengawasan
perwalian di Aceh (pasal 7). Terkait kebijakan pengelolaan dan pengembangan
perwakafan tentu saja yang sudah mendapat persetujuan atau pengesahan oleh
Badan BMA dan Dewan Pertimbangan Syariah (DPS) BMA.
Dalam menjalankan tugasnya di bidang wakaf, Kepala
Sekretariat BMA melaksanakan fungsi: pelaksanaan pengendalian peningkatan
kualitas sumber daya manusia pengelola dan pengembangan wakaf; pelaksanaan
pengendalian penyelenggaraan fasilitasi proses sertifikasi tanah wakaf; dan
pelaksanaan penyelenggaraan penerbitan sertifikat harta wakaf yang tidak diatur
dalam peraturan perundang-undangan (Pasal 8 huruf i, k dan l).
Ada tiga hal prioritas tugas Kepala Sekretariat BMA,
pertama, peningkatan kualitas SDM nazir, fasilitasi sertifikasi tanah wakaf dan
penerbitan sertifikat wakaf. Peningkatan kapasitas nasir dilakukan melalui
pelatihan, magang dan studi banding, serta sertifikasi nazir. Hal ini diperlukan
untuk menyiapkan nazir profesional yang mampu mengembangkan wakaf secara
produktif.
Sertifikasi tanah wakaf diperlukan untuk melindungi harta
wakaf dari gugatan ahli waris atau pihak lain. Banyak nazir yang kekurangan
anggaran untuk melakukan sertifikasi, walaupun dinyatakan gratis, namun ada
saja biaya yang diperlukan dalam proses pengukuran tanah wakaf di lapangan.
Untuk ini, BMA dan BMK dapat memfasilitasinya. Perlu juga diberikan legalitas
atau sertifikat untuk aset wakaf yang tidak diatur oleh peraturan
perundang-undangan.
Pergub mengatur lebih rinci fungsi jabatan di bawah Kepala
Sekretariat seperti Bagian Pengumpulan, yaitu pelaksanaan sosialisasi terhadap
wakaf; pelaksanaan edukasi terhadap pengelolaan wakaf; pelaksanaan advokasi
terhadap pengelolaan wakaf; identifikasi potensi wakaf; dan pelaksanaan
pengumpulan wakaf (pasal 13 huruf a, b, c, f dan g). Selanjutnya, Subbagian
yang ada merinci kegiatan yang harus direncanakan dan dilaksanakan sebagai
kinerja perwakafan.
Bagian Pengumpulan, misalnya, dapat mengusulkan kegiatan
sosialisasi dan edukasi wakaf dalam berbagai bentuk, baik tatap muka, melalui
media, termasuk media sosial, serta melakukan
marketing komunikasi wakaf. Hal ini lebih mudah dilakukan, sebab BMA
telah berpengalaman melalukan sosialisasi dan edukasi zakat. Dalam konteks
wakaf yang berbeda hanya konten dan obyek (calon wakif) yang sedikit berbeda
karakter antara muzakki dengan calon wakif. Untuk itu, fundraiser wakaf BMA
perlu dibekali pengetahuan tentang wakaf yang lebih mendalam.
Advokasi wakaf dapat dilakukan melalui sinkronisasi regulasi
wakaf di Aceh, advokasi wakaf sebagai pengurang pajak, dan “mempermudah”
pelaksanaan sertifikasi tanah wakaf. Banyak juga perkara dan gugatan wakaf oleh
ahli waris yang memerlukan advokasi. Bagian ini, selain melakukan penelitian
potensi wakaf, juga melaksanakan fundraising wakaf uang yang diawali dengan
lounching wakaf uang pada tingkat provinsi Aceh.
Selanjutnya, Bagian Pemberdayaan dalam konteks wakaf
mempunyai tugas melakukan verifikasi (calon penerima manfaat wakaf, calon mitra
dan nazir), pendistribusian (manfaat wakaf), pemberdayaan (harta wakaf),
pendataan (harta wakaf dan nazir), dan pembinaan pengelolaan harta wakaf (pasal
15). Sementara fungsi Bagian ini adalah: pelaksanaan identifikasi, pendataan,
pembinaan pengelolaan wakaf; fasilitasi sertifikasi tanah wakaf; dan pembinaan
pengelolaan wakaf (pasal 16 huruf c, h, dan i).
Dengan demikian, dapat dipahami, bahwa Bagian Pemberdayaan
selain memberdayakan zakat dan infak, juga melakukan pemberdayaan wakaf.
Pemberdayaan wakaf dilakukan dengan membangun kemitraan, kolaborasi dan
kerjasama saling menguntungkan, serta memanfaatkan dana zakat dan infak BMA
sebagai modal awal pemberdayaan wakaf. Investasi dan stimulasi wakaf (produktif)
dilakukan terintegrasi dengan pendayagunaan dana zakat dan infak.
Dari pengaturan Pergub ini, organisasi Sekretariat BMA lebih
baik dibandingkan Susunan Organisasi dan Tata Kerja (SOTK) Badan Pelaksana dan
Sekretariat BMA sebelumnya, sebab adanya Subbagian Wakaf dan Perwalian dan
Tenaga Profesional di bidang wakaf. Hal ini dapat dilihat pada pasal 17 ayat
(3). “Subbagian Wakaf dan Perwalian mempunyai tugas melakukan identifikasi,
pendataan, pembinaan pengelolaan wakaf dan harta keagaman lainnya, serta
pengawasan perwalian”.
“Tenaga profesional mempunyai tugas membantu Sekretariat BMA
dalam penyelenggaraan pengelolaan dan dan pengembangan zakat, infak, harta
wakaf dan harta keagamaan lainnya, serta pengawasan perwalian di Aceh” (pasal
18). Dengan tersedianya tenaga profesional di bidang wakaf, memastikan
pengelolaan dan pengembangan wakaf dikerjakan oleh ahlinya, orang-orang
terpilih yang memahami fikih, regulasi dan manajemen wakaf.
Kita berharap, dengan regulasi Pergub 62 tahun 2020,
pengelolaan dan pengembangan wakaf dapat dilakukan lebih progresif pada tingkat
provinsi, sementara pada tingkat kabupaten/kota memerlukan penyempurnaan SOTK
Sekretariat yang sesuai kebutuhan daerah masing-masing. Tentu saja akan lebih
baik apabila sinkron dengan Pergub SOTK Sekretariat BMA.
Catatan penting dari pemahaman wakaf menurut Pergub 62 tahun
2020: pertama, dalam pelaksanaanya memerlukan Pergub lain seperti Pergub Nazir
dan Badan Kanaziran, Pergub Zakat dan Infak, dan regulasi lainnya yang membuat
kinerja Sekretariat BMK mendapat kepastian hukum dan nazir pun bekerja dengan
nyaman. Kedua, diperlukan sinergisitas dengan lembaga terkait seperti BWI,
Kemenag dan Badan Pertanahan Nasional, sebab pengaturan wakaf dalam Qanun Aceh
Nomor 10 tahun 2018 belum cukup konprehensif dan terintegrasi.
Akhirnya saya berkesimpulan, bahwa Pergub 62 tahun 2020
tentang SOTK Sekretariat BMA memberi ruang lebih luas dalam pengelolaan dan
pengembangan wakaf dibandingkan Qanun 10 tahun 2018. Hanya saja yang diperlukan
adalah terobosan, kesungguhan, dukungan SDM, anggaran yang memadai,
kepemimpinan yang afektif, serta komitmen BMA (nazir) menjadikan wakaf sebagai
alternatif pemberdayaan ekonomi umat.*