QANUN BARU HARAPAN BARU BAITUL MAL

  • Share this:
post-title

Oleh Hendra Saputra, SHI, M.Ag

Staf Program dan Pelaporan Sekretariat BMA


Sosialisasi Qanun Aceh Nomor 3 Tahun 2021 tentangPerubahan atas Qanun Nomor 10 Tahun 2018 tentang Baitul Mal, merupakan kegiatan yang diselenggarakan Biro Hukum Setda Aceh, tanggal 18 – 19 Mei 2022, bertempat di Kota Lhokseumawe. Kegiatan ini dilaksanakan dalam rangkapenyebarluasan informasi terhadap suatu suatu produk hukumbaru yang nantinya diharapkan dapat diimplementasikan dengan  baik di masyarakat. 


Nara Sumber yang hadir sangat ahli dan berkompeten dalam bidangnya masing-masing yaitu dari Kementerian Dalam Negeri, Biro Hukum Sekretariat Daerah Aceh dan Baitul Mal Aceh. Peserta yang hadir dari unsur Pemerintah Aceh terdiri dari Inspektorat Aceh, Badan Pengelolaan Keuangan Aceh, Bappeda Aceh, Sekretariat Baitul Mal Aceh dan Tenaga Profesional. Dari Pemerintah Kabupaten/Kota, terdiri dari Ketua Dewan Pengawas, Ketua Badan, Kepala Sekretariat dan Kepala BPKD Kabupaten/Kota. Seluruh peserta yang hadir merupakan instansi langsung yang berkaitan qanun tersebut, diharapkan hasil dari kegiatan benar-benar dapat memahami dan mengimplementasikannya.


Dari hasil kegiatan tersebut dapat dipahami bahwa untuk melahirkan suatu produk hukum (Qanun) bukanlah suatu pekerjaan yang mudah karena disamping mengupayakan untuk mengakomodir seluruh kebutuhan masyarakat, juga harus dilihat apakah qanun ini punya landasan hukum yang cukup kuat dan tidak bertentangan dengan regulasi yang lebih tinggi, atau justru Undang-Undang yang memerintahkan untuk segera disusun lebih rinci dalam Qanun atau Peraturan Daerah.


Qanun Baitul Mal sendiri merupakan regulasi yang lahir berdasarkan Undang-Undang No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA), yang mengatur beberapa hal yang berkenaan dengan Baitul Mal yaitu: Pasal 180, huruf d, zakat sebagai PAD, Pasal 191 ayat (1) : Zakat harta wakaf dan harta agama dikelola Baitul Mal Aceh dan Baitul Mal Kabupaten/Kota. 


Pasal 192 : Zakat yang dibayar menjadi faktor pengurang terhadap jumlah pajak penghasilan terhutang dari wajib pajak dan yang terakhir ialah pasal 213 ayat (4) Pemerintah Aceh dan/atau Pemerintah Kabupaten/Kota wajib melakukan perlindungan hukum terhadap tanah-tanah wakaf, harta agama, dan keperluan suci lainnya. 


Disamping UUPA, keberadaan Baitul Mal juga diatur dalam Undang-UndangNomor 48 Tahun  2007 tentang Penetapan PeraturanPemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Permasalahan Hukum dalam RangkaPelaksanaan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Wilayah dan Kehidupan Masyarakat di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Kepulauan Nias Provinsi Sumatera Utara menjadi Undang-Undang. 


Berkenaan dengan Baitul Mal sebenarnya sudah dimulaisejak Qanun Aceh Nomor 7 Tahun 2004 tentang MekanismePengelolaan Zakat, Qanun Nomor 10 Tahun 2007 tentangBaitul Mal, Qanun Aceh Nomor 10 Tahun 2018 tentangBaitul Mal, namun harus dilakukan perubahan beberapa kalidan yang terakhir Qanun Aceh Nomor 3 Tahun 2021 tentangPerubahan Atas Qanun Aceh Nomor 10 Tahun 2018 tentangBaitul Mal. 


Perubahan Qanun tersebut disusun untuk menyesuaikan dengan regulasi yang lebih tinggi dan yang paling penting ialah untuk peningkatan pelayanan kepadamasyarakat khususnya dalam pengelolaan zakat, harta wakaf, harta keagamaan lainnya serta pengawasan perwalian yang merupakan kewenangan Baitul Mal.


Unsur di Baitul Mal 

Dalam Qanun Aceh Nomor 3 Tahun 2021 tentangPerubahan Atas Qanun Aceh Nomor 10 Tahun 2018 tentangBaitul Mal, Baitul Mal terdiri dari tiga unsur yaitu, 1). Dewan Pertimbangan Syariah BMA/Dewan Pengawas BMK, yaituunsur yang memberikan pertimbangan dan pengawasansyariah terhadap penyelenggaraan kebijakan dan penyelenggaraan pengelolaan zakat, infak, harta wakaf dan harta keagamaan lainnya, serta pengawasan perwalian oleh Badan BMK dan Sekretariat BMK.;


2). Badan BMA/BMK, yaitu unsur penyusun dan pembuat kebijakan pengelolaanzakat, infak, harta wakaf, harta keagamaan lainnya, sertapengawasan perwalian oleh BMG; 3). SekretariatBMA/BMK, yaitu unsur penyelenggara pelayanan dan pengelolaan zakat, infak, harta wakaf, harta keagamaanlainnya dan pengawasan perwalian. 


Disamping ketiga unsur sebagaimana tersebut di atas, Baitul Mal juga didukung dengan Tenaga Profesional, yaitutenaga Non ASN yang karena keahliannya diangkat untukmembantu pelaksanaan tugas, fungsi dan kewenangan Baitul Mal yang secara administratif bertanggungjawab kepadaKepala Sekretariat dan secara fungsional bertanggungjawab kepada Ketua Badan. 


Hadirnya Tenaga Profesional merupakan tenaga baru di Baitul Mal, mengingat Qanun-Qanun sebelumnya tidak mengatur tentang Tenaga Profesional ini. Dengan hadirnya Tenaga Profesional yang diangkat berdasarkan kebutuhan dan keahliannya masing-masing dapat mencerna isu-isu strategisdalam pengumpulan, pendistribusian dan pendayagunaanzakat, harta wakaf, harta keagamaan lainnya dan pengawasan perwalian yang dapat memperkaya kebijakan yang akan ditetapkan oleh Badan BMA/BMK serta menyusunnya dalambentuk petunjuk teknis sehingga  sekretariat Baitul Mal sebagai unsur penyelenggara pelayanan dan pengelolaan dapat melaksanakan tugasnya dengan baik karena sudah memilikipanduan dalam pelaksanaannya.   


Harapan Baru

Dari kegiatan Sosialisasi yang dilaksanakan terdapatbeberapa harapan kiranya dapat diimplementasikan, yaitu: 1). Optimalisasi pengumpulan Zakat dan Infak. PengalamanBaitul Mal Aceh dan BMK dalam melaksanakanpengumpulan zakat dan infak, ialah beberapa instansi vertikal, perusahaan, perbankkan dan lainnya, yang bekerja di Aceh, enggan menunaikan zakatnya di Aceh. Padahal Qanun sudah ada dan ketentuan syariah juga menyebutkan bahwa:“.....Allah SWT mewajibkan zakat didalam harta dari orang kaya dan diserahkan kepada orang miskin dari kalanganmereka sendiri”. (HR. Bukhari, Muslim dan an-Nasa’i). 


2). Menyempurnakan aturan turunan Qanun. Dengan adanyaturunan, baik dalam bentuk Peraturan Gubernur atauBupati/Walikota dan yang lainnya, Qanun tersebut dapatdiimplementasikan secara komprehensif karena beberapamateri Qanun memerintahkan untuk diatur lebih lanjut dalamPeraturan Gubernur atau Bupati/Walikota. 


3). Fleksibelitasdana zakat dapat diimplementasikan dengan baik, sehinggasegala kebutuhan mustahik dapat diakomodir. 


4). Upaya peningkatan kepercayaan masyarakat. Kegiatan ini dapatdilakukan dengan mengoptimalisasi sosialisasi kepadamasyarakat, baik dalam bentuk iklan, program yang menyentuh dan sebagainya yang dipublikasikan kepadamasyarakat, sehingga secara perlahan  diharapkan dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat. 


5). Formulasi mustahik menjadi muzakki. Ini bukanlah pekerjaan mudah, namun perlu ditempuh dengan berbagai cara agar dapatterwujud, terlebih lagi jika menggunakan dana zakat yang merupakan sumber harta suci yang akan mendatangkankeberkahan. 


6) Implementasi zakat sebagai pengurang pajak. Selama ini masyarakat di Aceh terdapat doble tax (pungutanganda pajak dan zakat). Dengan lahirnya Qanun inidiharapkan dapat mendukung untuk implementasi zakat sebagai pengurang pajak, sehingga doble tax tidak terjadi lagi. (wallahu alam bis shawaf)