Regulasi Wakaf Belum Sinkron

  • Share this:
post-title

Oleh: Mohammad Haikal, ST, M.I.F.P

Anggota Badan Baitul Mal Aceh


Baitul Mal Aceh (BMA) telah menurunkan tim ke lapangan untuk mendalami fakta pengelolaan wakaf di Aceh. Kita menemukan tantangan tersendiri terkait pendataan, pengelolaan wakaf dan pembinaan nazir. Untuk itu, kita berharap tanah wakaf bisa dicatat dengan rapi, diurus sertifikatnya dan tanahnya diproduktifkan.

 

Terkait regulasi lokal, ada tujuh pasal tentang wakaf yang diatur dalam Qanun Aceh Nomor 10 tahun 2018 tentang Baitul Mal yaitu pasal 128, 129, 130, 131, 132, 133 dan 134. Untuk mengimplementasikannya perlu kerjasama dengan Kemenag, BWI, nazir dan pemangku kepentingan lainnya. Kita berharap wakaf bisa terdokumentasi dan terlindungi dengan baik.

 

Untuk pembinaan nazir, kita sudah melakukan training-training. Kemudian, terkait dengan pembentukan Badan Kenaziran Aceh, kabupaten/kota dan tingkat kecamatan seperti pengaturan qanun, akan dibentuk supaya dapat menjadi nazir harta wakaf yang nazirnya tidak ditentukan oleh wakif.

 

Dalam pengelolaan dan pengembangan wakaf di Aceh, BMA akan memprioritaskan pengawasan terhadap nazir, melakukan pembinaan terhadap pengelolaan harta wakaf dan peningkatan manfaat harta wakaf. Selain itu, memprogramkan pembiayaan sertifikasi, penyelamatan harta wakaf, pembentukan lembaga keuangan mikro syariah untuk memberdayakan wakaf, dan peningkatan kualitas sumber daya manusia nazir. BMA akan fasilitasi proses sertifikasi tanah wakaf dan penerbitan sertifikat harta wakaf yang tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan.

 

BMA ingin menjadikan aset wakaf masyarakat bisa dikelola secara mandiri.  Untuk ini, kita telah bikin business model canvas program stimulus pengembangan wakaf produktif. Dengan program ini kita ingin nazir mampu menyelesaikan masalah wakaf yang ada dan dapat memproduktifkan tanah wakaf yang potensial secara ekonomi.

 

Dalam pelaksanaanya, tentu memerlukan sinergisitas BMA dengan Kemenag dan BWI dalam mengoptimalkan fungsi masing-masing sebagai regulator, administrator, pembinaan, pemberdayaan dan pengawasan pengelolaan wakaf dan nazir. Fungsi-fungsi inilah yang perlu kita kolaborasikan. 

 

Kita menghadapi tantangan pengelolaan wakaf di Aceh yang dapat kita prediksikan antara lain: belum sinkronnya regulasi wakaf yang sesuai dengan UUPA pasal 191, pemahaman wakaf berjangka dan wakaf uang masih menimbulkan polemik di masyarakat, nazir belum memenuhi standarisasi profesional, dan belum ada tindak lanjut gerakan wakaf uang.

 

Sedangkan peluang yang ada dapat kita gunakan sebaik mungkin, yaitu tersedianya regulasi wakaf, masyarakat telah memahami/mempraktikkan wakaf, 30% tanah wakaf yang ada dapat diproduktifkan, dan Gerakan Nasional Wakaf Uang (GNWU) telah dicanangkan oleh presiden. Semua peluang ini memberi harapan masa depan pengelolaan wakaf di Aceh akan lebih baik.

 

*Disarikan oleh Juliani dan Sayed MH dari presentasi pada Pelatihan Nazir Secara Vitual, 8 Juli 2021