Ketika Mereka Di-PHP-in Berkali-kali

  • Share this:
post-title

Banda Aceh – Jafaruddin (50), tak acuh ketika tim verifikator dari provinsi Aceh mendatangi rumahnya di salah satu desa di kecamatan Juli, Bireuen. Ia hanya menoleh sekali, terus melanjutkan kesibukannya tanpa bertanya sepatah kata pun. Ia sudah mengira, dia akan di-PHP-in (pemberian harapan palsu) lagi tentang pemberian rumah duafa oleh oknum.

“Ini yang kedelapan kali rumah kami difoto oleh petugas pendataan, tapi bantuan tak pernah datang,” kata istri Jafaruddin, Salamah kepada petugas yang ditugaskan memverifikasi ulang Basis Data Terpadu (BDT) Rumah Tidak Layak Huni (RTLH) Aceh tahun 2015.

Kondisi rumah sudah tidak layak lagi tinggal. Atap rumbia yang sudah bocor di beberapa sudut, dindingnya sudah lapuk, tanpa ventilasi dan lubang jendela, ditambah lagi lantai hanya tanah yang dilapisi tenda tua di atasnya.

Walaupun demikian, ia tak punya pilihan. Hanya pasrah tinggal di rumah yang layak disebut gubuk itu, namun baginya, itu istana yang megah tempat mereka berlindung bersama tiga orang anak yang masih duduk di bangku sekolah dasar.

Yang sangat disayangkan, mereka bahkan pernah ditipu oleh oknum yang mengaku perpanjangan tangan pemerintah di provinsi. Mereka diminta sejumlah uang, dengan harapan akan dibangun rumah secepatnya.

Ia menjual barang-barang berharga, namun si oknum hanya membawa beberapa zak semen dan pasir cor satu truk, setelah itu tak pernah terlihat lagi batang hidungnya. Ada pula yang membawa daftar nama lengkap dengan stempel basah mengatakan rumahnya masuk daftar renovasi.

Berbagai cara oknum datang dan memotret berkali-kali untuk meyakinkan si pemilik rumah. Sehingga ketika datang petugas resmi pemerintah ingin mendata ulang, mereka tak pernah percaya lagi yang namanya pendataan. Sudah lelah mereka dengan harapan-harapan kosong.

Banyak Data Non-BDT

Tim verifikasi BDT RTLH Aceh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Aceh tahun 2017 terdiri atas beberapa badan dan dinas seperti Dinas Sosial, Baitul Mal Aceh, dan Bappeda itu sendiri.

Mereka ditugaskan memeriksa ulang BDT yang dihimpun tahun 2015 untuk di-update rumah-rumah yang tidak layak huni. Tim ini bahkan juga mendata rumah yang tidak layak huni di luar BDT. Tanpa diduga, data non-BDT ternyata hampir mencapai 10 kali lipat dati BDT.

Kondisi ini dangat memprihatinkan. Masih banyak masyarakat Aceh yang tinggal di rumah yang beratap rumbia. Jangankan untuk membuat rumah, untuk kebutuhan sehari-hari saja belum mencukupi.

DPR Anggarkan Dana Verifikasi untuk 30 Ribu Rumah Duafa

Seperti diberitakan Harian Serambi Indonesia, DPR Aceh meminta Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Aceh supaya bisa menghasilkan data yang benar-benar akurat dalam pendataan terhadap 30 ribu rumah unit duafa, di 23 kabupaten di Aceh yang akan dilakukan akhir 2017. Karena dana yang disediakan untuk pendataan verifikasi dan evaluasi rumah duafa cukup besar.

Ketua DPR Aceh Tgk Muharuddin mengatakan, dana Rp 800 juta itu sudah dianggarkan untuk biaya mulai dari pendataan, verifikasi, dan evaluasi terhadap seluruh rumah di Aceh.

“Kita berharap kepada tim Bappeda Aceh supaya segera melakukan pendataan, karena mulai 2018 data tersebut sudah dapat digunakan untuk memulai membangun rumah,” kata Muharuddin Jumat (29/9/2017).

Disebutkan, target Pemerintah Aceh di bawah Irwandi-Nova pembangunan rumah sebanyak itu akan direaliasikan dalam jangka lima tahun.Artinya tiap tahun Pemerintah Aceh harus mampu membangun rumah minimal 6.000 unit.

“Rumah duafa itu banyak kita temukan di daerah yang konfliknya lebih parah, misalnya di Aceh Timur, Aceh Utara, Bireuen, Pidie Jaya, Pidie dan juga sejumlah kabupaten di pantai barat selatan,” pungkas Tgk Muhar.[]