"No Wrong Door" di BMA

  • Share this:
post-title

Oleh Arif Arham/Kepala Bagian Pengumpulan Baitul Mal Aceh

Kemarin, saya mengikuti rapat koordinasi (Rakor) SP4N Lapor Pemerintah. SP4N adalah sistem penanganan keluhan publik (kunjungi lapor.go.id). Yang menarik dari sistem ini adalah penerapan kerangka kerja "No Wrong Door".

Jika ditelusuri, istilah dan sistem "No Wrong Door" dipopulerkan di AS era Obama dulu. Saat itu, Obamacare diluncurkan untuk membantu meringankan biaya layanan kesehatan. Dengan sistem ini, warga cukup mengisi satu formulir, dan petugas akan menilai bantuan layanan kesehatan apa yang cocok untuk warga tersebut. Sebelumnya, mereka perlu tanya sana, tanya sini, untuk mencari layanan sesuai kebutuhan mereka dengan formulir yang bermacam-macam. Setelah sistem diubah, masyarakat cukup datangi satu meja dan kebutuhannya (informasi atau bantuan pemerintah) terpenuhi.

Model serupa "No Wrong Door" ada juga di negara lain. Saya jadi ingat layanan klinik darurat Jepang pasca tsunami 2004 lalu. Kliniknya berada di lapangan bola sekitar Gampong Mibo. Saat itu, saya mendatangi klinik tersebut untuk memeriksa bagian dada kiri yang terasa sakit akibat kecelakaan beberapa hari usai bencana tersebut.

Klinik Jepang itu berupa kemah besar. Ada pintu masuk di bagian tengahnya. Duduk di sana dua orang petugas medis negeri sakura itu. Di samping mereka, berdiri seorang penerjemah. Di meja, terdapat formulir dan sketsa sederhana tubuh manusia. Saya diperiksa tekanan darah, ditanya apa yang sakit, di bagian mana yang sakit, dst. Sambil bertanya, petugas itu menandai gambar tadi dan membuat keterangan dalam huruf kanji. Sakit di dada, ia tulis di bagian dada. Ia memahami kebutuhan saya, saya pun memahami bahwa ia paham saya sakit apa.

Usai pemeriksaan, formulir ditandai A atau B. Saya diarahkan ke A, artinya penanganan lanjutan ke bagian A yang ada di sisi kiri kemah itu. Di sana ada dokter spesialis yang menanti. Inilah bentuk praktek "No Wrong Door" yang pertama saya alami.

Dalam skala tertentu, framework "No Wrong Door" mirip dengan konter mustahik Baitul Mal Aceh (BMA) tempat saya bertugas kini. Calon mustahik (penerima manfaat zakat) datang dan petugas akan menggali informasi dan kebutuhannya. Jika program tersedia dan yang bersangkutan layak, maka bantuan zakat segera diberikan. 

Hanya saja, BMA masih membedakan antara konter muzakki (wajib zakat) dan konter mustahik. Mungkin ini tidak terlalu masalah. Tapi, bisa juga ke depan dibuat jadi satu konter. Siapa saja yang datang, baik muzaki atau mustahik, maka petugas yang mana saja yang ada di konter dapat melayaninya. Tidak ada salah loket. No wrong door.

Memang, sistem "No Wrong Door" membuat layanan terasa sederhana dan mudah bagi publik.[]