Karena Beasiswa SKSS, Saya Punya Kesempatan Kuliah

  • Share this:
post-title

Catatan Nur Apriana 
Penerima Beasiswa SKSS
Perkenalkan, saya Nur Apriana, anak pertama dari tiga bersaudara. Adik pertama saya berusia 12 tahun dan si bungsu berusia 9 tahun. Ayah bekerja sebagai pembeli barang bekas sedangkan ibu hanyalah seorang ibu rumah tangga. Sejak masih duduk di bangku Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri 1 Mesjid Raya tahun 2015, saya bercita-cita ingin melanjutkan pendidikan hingga ke perguruan tinggi. Awalnya saya meningikuti serangkaian ujian masuk ke universitas Syah Kuala (Unsyiah). Nasib saya kurang beruntung, saya dinyatakan tidak lulus. Tidak lulus di sana bukan berarti saya harus menyerah, kemudian mengikuti ujian seleksi kembali, dan lagi-lagi saya dinyatakan tidak lulus untuk kedua kalinya.

Saya hampir merasa putus asa karena berturut- turut tidak lulus. Kemudian saat saya pergi ke sekolah untuk mengembalikan beberapa buku ke perpustakaan, saya bertemu dengan wali kelas saya, Bu Irma. Ia bertanya apakah saya sudah mendaftar kuliah dan apakah saya lulus tidak? “Kamu pokonya harus kuliah sayang, nilai kamu bagus-bagus di rapor,” ungkapnya. Penuh harap. Dengan berat hati saya udah mendaftar kuliah di Unsyiah, namun sayangnya saya tidak lulus seleksi. Mendengar kabar dari saya, Bu Irma meminta saya masuk ke Institut Seni Indonesia (ISI) Padang Panjang, soal biaya akan dibantunya untuk mengurus beasiswa. Mendengar sarannya, timbul rasa ingin melanjutkan studi ke ISI Padang Panjang. Setelah itu saya mohon pamit dengan wali kelas saya dan pulang untuk menanyakan pendapat pada orang tua.

Ketika saya meminta restu dari ayah, sebenarnya Ayah mengizinkan namun ia bertanya apakah saya tega meninggalkan ibu yang sedang sakit? Saya anak perempuan satu-satunya yang paling tua pengganti pekerjaan ibu di rumah. “Kamu yang paling tua, ayah hanya bisa menggantungkan harapan sama kamu, kamu kuliah di Banda Aceh saja, jangan pergi jauh-jauh dari rumah,” pinta ayah yang membuat saya menetes air mata. Saya begitu hancur mendengar kata-kata ayah, tak mungkin saya tega meninggalkan ibu saya yang sakit. Ibu saya menderita peyankit ganguan pada saraf kepala, setiap bulannya ia harus rutin ke Rumah Sakit Jiwa (RSJ) untuk mengambil obat.
Penyakit ini diidapnya semenjak saya masih kecil. Dengan kondisi seperti inilah yang membuat harapan saya untuk melanjutkan studi ke luar Aceh itu kandas. Hampir saja putus asa dan tak mau memikirkan persoalan perkuliahan lagi.
Saat teman-teman saya yang lain melanjutkan pendidikan, saya mulai berpikir untuk mencari pekerjaan saja. Namun selama beberapa bulan saya mencari pekerjaan tidak ada lowongan yang cocok, barulah pada akhir tahun 2015 saya mendapat pekerjaan yang pantas menurut saya.
Saya sempat bekerja selama dua bulan di Kajhu Swalayan dengan gaji sebesar 700 ribu rupiah per bulanya. Alasan saya memutuskan untuk bekerja di sana ialah soal waktu, yang mana saya hanya bisa bekerja dari pagi hingga sore dan malamnya saya harus membantu adik-adik untuk mengajarkan mereka membuat Pekerjaan Rumah (PR) sekolah. Kemudian saya bertemu dengan kepala PAUD Bustanul Ma’arif Sakdiah, di mana adik saya menuntut ilmu di PAUD yang ia pimpin. Berawal dari pertemuan kami setiap paginya saat mengantarkan adik saya ke PAUD, ia menanyakan kepada saya kenapa tidak kuliah, padahal dapat rangking di sekolah.
Kemudian saya mulai bercerita mengenai masalah yang saya hadapi hingga membuat saya memilih untuk tidak melanjutkan kuliah. Selain itu saya juga bercerita tentang pretasi- prestasi yang saya raih ketika masih duduk di bangku SMK. Ketika itu alhamdulillah saya selalu memperoleh rangking 4 besar, dan pernah mewakili sekolah dalam acara jambore film pendek dengan tema “Film jendela kehidupan anak bangsa” di Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta dan museum manusia purba sangiran yang berada di Solo tahun 2014.

Setelah mendengar kisah saya, ia mengatakan kenapa tidak masuk Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry saja. Kemudian saya coba aja ke UIN Ar-Raniry. Di sana ada jurusan yang cocok dengan kejuruan saya ketika di SMK. Saya merasa tertarik kembali untuk melanjutkan studi ke UIN Ar-Raniry. Namun saya ragu, karena saya tidak mempunyai dana yang cukup untuk melanjutkan kuliah. Kemudian Sakdiah menenangkan hati saya dengan menjanjikan akan mencarikan beasiswa untuk saya.

Saat mendengar tanggapannya saya merasa cukup senang dan kembali lagi berdiskusi dengan kedua orang tua terkait keinginan saya untuk melanjutkan pendidikan. Saat itu, ibu saya dalam kondisi sehat dan menangapi apa yang saya katakan dan memberikan cicin mas kawinnya yang sudah lama di simpan. “Mamak doakan kamu sukses ya, dan ambil cincin mamak untuk kamu bayar uang pendaftaran dan uang SPP semester pertama,” ungkapnya. Saya merasa sangat terharu dan menambah tekat saya untuk melanjutkan studi saya. Saat itu saya mengikuti tes kuliah melalaui jalur UMPTKIN. Saat itu saya memilih dua jurusan, yang pertama Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI) dan jurusan Bimbingan Konseling Islam (BKI).

Beasiswa SKSS sebagai Penolong
Alhamdulillah saya lulus pada pilihan pertama yaitu di jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI). Kemudian setelah lulus seleksi dari kampus, saya segera mendaftar untuk mendapatkan beasiswa di Baitul Mal Aceh. Saya mendaftar pada program Beasiswa Satu Keluarga Satu Sarjana (SKSS).
Banyak seleksi yang harus saya jalani dan harus bersaing dengan teman-teman yang lain dari seluruh kabupaten/ kota di Aceh. Setelah melalui proses yang cukup panjang, alhamdulillah saya dinyatakan lulus pada beasiswa SKSS. Dari beasiswa inilah saya bisa melajutkan studi saya ke jenjang universitas. Tak hanya itu manfaat yang saya dapatkan dari beasiswa tersebut, saya mampu membeli sebuah sepeda motor seken pada awal tahun 2019 dari hasil tabungan uang saku yang diberikan oleh Baitul Mal Aceh. Sepeda motor ini saya gunakan sebagai sarana transportasi untuk menuju universitas, di mana dahulu saya untuk menuju universitas harus berjalan kaki dan menaiki angkutan umum untuk sampai ke tujuan.
Sekarang saya sudah memasuki semester VII dan sedang menajalankan program magang profesi. Saya memilih untuk magang di Baitul Mal Aceh, selain untuk memenuhi syarat kurikulum universitas, juga sebagai wujud terima kasih saya terhadap Muzaki dan Baitul Mal Aceh dalam membantu kehidupan saya. Terima kasih muzaki. []