Pulau Banyak, Keinginan yang Tertunda

  • Share this:
post-title

Jika berkunjung ke Kabupaten Aceh Singkil, sungguh tidak lengkap rasanya jika belum sampai ke Pulau Banyak. Pulau yang menjadi idaman para traveler, baik domestik maupun mancanegara itu memiliki pesona alam yang indah untuk memanjakan mata.

Banyak wisatawan yang ingin menginjakkan kaki di pulau tersebut, begitu pula saya. Sejak masih mahasiswa saya sudah pernah bertandang ke-23 kabupaten/kota se-Aceh, termasuk Aceh Singkil, tetapi saya masih merasa belum puas jika belum sampai ke Pulau Banyak, apalagi ke kecamatan tetangganya, Pulau Banyak Barat yang di salah satu pulaunya, Bangkaru, terdapat banyak penyu.

Rabu malam, 23 April 2019, saya mendapat kabar dari atasan saya di kantor tempat saya bekerja mengenai kepastian penugasan ke Aceh Singkil. Saya bersama Salman Herizal mendapat tugas memverifiksi program Gampong Produktif di dua kabupaten, yaitu Aceh Selatan dan Aceh Singkil.

Data yang diberikan ada tiga gampong yang harus kami datangi, yakni Gampong Air Pinang di Tapaktuan, Aceh Selatan, Gampong Tanjung Mas di Simpang Kanan, Aceh Singkil, dan Gampong Haloban Barat di Pulau Haloban, Kecamatan Pulau Banyak Barat.

Selain tim kami, untuk wilayah barat selatan ada tim lain yang terdiri atas Rizky Aulia, Ezi Zulfirman, dan Bobby Novrizan. Mereka ditugaskan ke dua kabupaten, yaitu Aceh Barat dan Aceh Barat Daya. Karena searah, kami pergi bersamaan menggunakan mobil kantor. Selain tugas utama, ada juga tugas tambahan yang harus kami selesaikan yaitu mengambil data untuk Baitul Mal Directory (datapengelolaan zakat, infak, dan sedekah kabupaten/kota) dan mengambil tanda tangan bukti penyaluran Beasiswa Tahfiz Quran.

Program Gampong Produktif yang kami verifikasi merupakan salah satu program unggulan Baitul Mal Aceh dalam memberdayakan masyarakat miskin. Bantun untuk program ini diberikan dalam bentuk modal usaha kepada gampong-gampong yang memiliki potensi usaha atau produk khas gampong.

Sudah menjadi persyaratan mutlak di Baitul Mal Aceh bahwa sebelum diberikan bantuan harus diverifikasi terlebih dahulu apakah calon penerima bantuan tersebut layak atau tidak layak menerima bantuan tersebut sehingga dana zakat yang disalurkan benar-benar tepat sasaran kepada yang berhak menerima.

Bantuan tersebut disalurkan melalui Baitul Mal Gampong (BMG) dalam bentuk hibah, dengan syarat dana tersebut tidak habis untuk konsumtif, melainkan dikelola secara produktif oleh BMG setempat.

Baitul Mal Aceh menginginkan masyarakat miskin di gampong-gampong terberdayakan dengan potensi usaha yang mereka miliki sehingga menghasilkan satu gampong satu produk (one village one product). Out put yang diharapkan dari program ini adalah masyarakat miskin dapat meningkatkan penghasilan mereka sehingga mengurangi angka kemiskinan di Aceh.

Jika lulus verifikasi dan dianggap layak menerima bantuan tersebut, per gampong akan mendapatkan dana Rp50 juta. Dana tersebut dibagikan kepada masyarakat miskin yang sudah membentuk kelompok. Walaupun dalam bentuk hibah, Baitul Mal Aceh akan memonitor dan mengevaluasi setiap tahunnya. Jika usaha masyarakat berkembang sesuai yang diinginkan maka besar kemungkinan modalnya akan ditambah lagi, begitu pula sebaliknya.

HUT Aceh Singkil
Dari Banda Aceh kami berangkat sekitar pukul 14.00 WIB. Target kami bermalam di Tapaktuan, ibu kota Aceh Selatan, karena keesokannya harus mengunjugi satu gampong di sana. Teman-teman menyarankan agar menyelesaikan tugas yang paling jauh terlebih dahulu, yakni ke Singkil, sedangkan sisanya bisa diverifikasi sambil kembali pulang ke Banda Aceh.

Akhirnya kami sepakat menuju Aceh Singkil terlebih dahulu. Pendamping kami dari Baitul Mal Aceh Kabutapen (BMK) Aceh Singkil, Asmardin, sudah menunggu kami di sana.

Namun, sebelum bertemu Armardin, kami sudah duluan ditunggu Kepala BMK Aceh Singkil, Ustaz Ali Sadikin di Rimo, Simpang Kanan. Ustaz Ali Sadikin mendampingi kami untuk menuju ke salah satu gampong tujuan kami di Aceh Singkil yakni Gampong Tanjung Mas, Simpang Kanan.

Di sana kami dibawa menjumpai Ketua BMG Tanjung Mas, Makmur bersama beberapa pengurus BMG lainnya. Dari proposal yang kami terima, mereka mengusulkan usaha ternak sapi betina. Menurut keterangan mereka, desa tersebut layak untuk dibuat usaha ternak sapi betina karena umpannya mudah didapatkan di kebun-kebun sawit mereka.

Selaku verifikator kami menggali informasi sebanyak mungkin dari calon penerima bantuan untuk menjadi pertimbangan tim nantinya. Jika nantinya dianggap layak dan bisa membantu meningkatkan ekonomi masyarakat maka akan dihubungi ulang oleh Baitul Mal Aceh.

Seusai verifikasi, kami mencari penginapan untuk bermalam sebelum ke Pulau Banyak, namun semua penginapan yang kami datangi dipenuhi pengunjung. Kami baru tahu apa sebabnya ternyata hari itu Kabupten Aceh Singkil sedang merayakan hari ulang tahun (HUT) yang ke-20, otomatis banyak tamu yang diundang ke sana.

Kegiatan HUT Aceh Singkil dipusatkan di Lapangan Meriam Sipoli, Gunung Meriah. Kami diajak oleh Kepala BMK Aceh Tamiang menyempatkan diri untuk melihat-lihat aktivitas di sana. Apalagi BMK Aceh Singkil juga mendirikan stan pameran. Dalam rangka HUT ke-20 tersebut Pemerintah Kabupaten Aceh singkil menggelar beraneka kegiatan, di antaranya pameran pembangunan, tablig akbar, lomba antardinas, dan beberapa kegiatan lainnya.

Gagal ke Pulau Banyak
Karena di Rimo tak satu pun penginapan yang kosong, kami langsung menuju pusat pemerintah Kabupaten Aceh Singkil yang menghabiskan waktu sekitar 1 jam lebih dari Rimo. Dalam perjalanan tiba-tiba hujan lebat dan kami mendapatkabar bahwa cuaca di Pulau Banyak sedang tidak bagus. Laut bergolak, ombak besar.

Rupanya sudah beberapa hari sebelum kami datang terjadi angin badai di sana. Berita tentang cuaca ekstrem tersebut juga dimuat di Harian Serambi Indonesia edisi Kamis, 25 April 2019 dengan judul “Badai Landa Laut Singkil”. Akibat cuaca tersebut para nelayan memilih tidak melaut. Pemilik speedboat pun enggan bertolak ke Pulau Banyak dalam kondisi cuaca tak bersahabat karena bisa fatal akibatnya.

Menurut Asmardin yang semula akan mendapingi kami, dengan kondisi cuaca seperti itu sebenarnya kapal feri menuju Pulau Balai tetap jalan, sedangkan tujuan kami ke Pulau Haloban, pulau yang terpisah dari Pulau Balai, otomatis harus naik speedboat lagi dari Pulau Balai. Hal itu sama dengan mengundang risiko.

Keinginan ke Pulau Banyak akhirnya kandas karena cuaca. Jika pun kami memaksakan diri menyeberang ke Pulau Balai dan menyambung dengan speedboat dari sana ke Pulau Haloban maka akan memakan waktu lebih lama lagi, terpaksa harus menginap sekitar dua malam di pulau-pulau itu.

Kegagalan menuju Pulau Banyak ini merupakan yang kedua kalinya saya alami setelah sebelumnya sempat gagal juga. Semoga rencana yang ketiga nanti saya bisa ke sana seusai Lebaran Idulfitri walaupun bukan kegiatan kantor, tetapi untuk liburan bersama teman-teman pegiat literasi yang bergabung di Forum Aceh Menulis (FAMe). Semoga bisa sampai ke Pulau Banyak nan eksotik.