ZAKAT PRODUKTIF (Solusi dalam Penanggulangan Kemiskinan)

  • Share this:
post-title

Hendra Saputra, SHI, MA.g
Staf Sekretariat Baitul Mal Aceh

Zakat produktif merupakan salah satu cara Baitul Mal Aceh (BMA) dalam meminimalisir tingkat kemiskinan di Aceh. Dalam kamus Bahasa Indonesia, kata produktif berasal dari bahasa inggris productive yang berarti banyak menghasilkan, memberikan hasil, banyak mengasilkan barang-barang berharga yang mempunyai hasil baik. productivity  daya produksi. Dari pengertian tersebut jika dikaitkan dengan zakat produktif ialah zakat disalurkan kepada mustahiq sehingga dapat memenuhi kebutuhan hidupnya sekarang dan pada masa yang akan datang atau terus menerus, sehingga pada masanya nanti dapat mengangkat perekonomiannya sehingga pada masanya nanti diharapkan  menjadi muzakki.

Upaya BMA dalam menyalurkan zakat produktif sudah dimulai sejak tahun 2004 dengan pemberian Becak Mesin dalam bentuk Bai Bi Tsamani Ajil (pembayaran dengan sistem jual beli dengan menjual barang yang harganya telah ditambah dengan harga margin dan pembayarannya dapat dilakukan secara cicil), namun setelah terjadi musibah gempa bumi dan tsunami di Aceh banyak lembaga dan bantuan serupa yang diberikan kepada masyarakat Aceh dengan mekanisme yang berbeda-beda, ada dalam bentuk pinjaman murni, hibah dan sebagainya  sehingga BMA beralih untuk memberikan bantuan dalam bentuk yang lain. 

Kemudian pada tahun 2005, BMA bekerja sama dengan 3 Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) yang berada di Banda Aceh dan Aceh Besar dalam bentuk penyertaan modal dengan persyaratan pihak Bank akan memberikan bantuan pinjaman modal usaha dalam bentuk Qardhul Hasan. Namun kerja sama ini tidak berjalan lama. Kemudian pada tahun 2006, BMA mengelola sendiri dana ini dengan membentuk Unit Pengelolaan Zakat Produktif (UPZP). 

Zakat produktif yang dikelola UPZP terbagi dalam 4 sektor, yaitu perdagangan, pertanian, peternakan dan becak mesin. Modal usaha yang diberikan berfariasi tergantung pada usaha yang dijalankan. 

Disamping diberikan modal usaha, mustahiq diwajibkan untuk mengikuti pengajian yang dilaksanakan BMA. waktu dan tempat disepakati bersama antara petugas BMA dan Mustahiq. Tujuannya ialah untuk meningkatkan rasa keimanan kepada Allah SWT dan adanya perubahan pola pikir (mental) bahwasanya Islam menyukai umatnya yang kuat dari sisi ekonomi dan suka untuk saling memberi (bersedekah).  Setelah diberikan pengajian, mustahiq dapat menyampaikan perkembangan usahanya yang nantinya dijadikan bahan pertimbangan petugas BMA dalam penyaluran bantuan tahap selanjutnya.
Zakat produktif yang dikelola dibagi menjadi dua, yaitu bersifat bergulir (revolving) dan tidak bergulir. Modal usaha bergulir disalurkan dalam bentuk Qardhul Hasan (Pinjaman Kebajikan). Sementara untuk modal yang tidak bergulir, disalurkan dalam bentuk modal berupa uang, barang dan sebagainya. 

Ada beberapa manfaat jika zakat disalurkan dalam bentuk revolving, yaitu: Zakat dapat dirasakan oleh banyak mustahiq, karena terus akan bergulir dikalangan mereka sendiri;Mustahiq dapat lebih giat dalam menjalankan usahanya dan mendapatkan pembinaan dari BMA;Dana zakat dapat terjaga dan terpelihara dari orang-orang pemalas dan pendosa; Zakat merupakan sarana pertolongan bagi mustahiq; Zakat dapat mendorong mereka untuk meraih kehidupan yang lebih layak, sehingga dengan demikian masyarakat akan terlindung dari penyakit kemiskinan.

Kemudian seiring dengan kepercayaan yang terus meningkat dan permintaan masyarakat yang semakin banyak untuk membutuhkan modal usaha, pada tanggal 7 Juni 2012, pimpinan BMA pada saat itu, ingin mengembangkan UPZP menjadi lembaga keuangan sendiri namun masih dibawah koordinasi Baitul Mal Aceh dengan membentuk Lembaga Keuangan  Mikro Syariah Baitul Mal Aceh (LKMS BMA) dasar hukumnya ialah mengacu kepada Qanun Aceh Nomor 10 Tahun 2007 tentang Baitul Mal, pasal 29 ayat (1) yang menyatakan bahwa zakat dapat disalurkan dalam bentuk produktif  maupun konsumtif berdasarkan ketentuan syariat. 

Namun LKMS BMA  tidak berjalan sebagaimana mestinya, sehingga pada tahun 2014 LMKS BMA dibubarkan dan dananya dikelola langsung oleh BMA dengan harapan walaupun terjadi perubahan tidak mengganggu pelayanan kepada mustahik. Menyangkut personalia yang telah bekerja di LKMS BMA pada saat itu direkrut menjadi personalia BMA. Kemudian LKMS BMA berganti nama menjadi Zakat, Infak, Shadaqah Produktif  Baitul Mal Aceh (ZISPRO BMA).
Pada tahun 2018, harapan ingin menjadikan LKMS menjadi lembaga sendiri dibawah koordinasi Baitul Mal Aceh kembali muncul, salah satunya dengan mengatur salah satu fungsi dan kewenangan Badan Baitul Mal Aceh (Badan BMA) untuk membentuk LKMS sebagaimana terdapat di dalam pasal 19 huruf b Qanun Aceh No. 10 Tahun 2018 tentang Baitul Mal, yang berbunyi: pembentukan lembaga keuangan mikro Syariah untuk menyalurkan Zakat, Infak, Wakaf, dan Harta Keagamaan Lainnya sebagai dana pinjaman dan/atau modal bergulir. 

Menindaklanjuti Qanun tersebut, pada hari jumat, tanggal 26 Februari 2021 bertempat di Aula Baitul Mal Aceh, Pimpinan Badan BMA telah mengadakan pertemuan dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang dihadiri langsung oleh pimpinan OJK untuk membahas rencana pembentukan LKMS BMA. Alhamdulillah pertemuan tersebut berjalan lancar, pimpinan OJK menyambut baik rencana BMA dengan memberikan dukungan penuh dalam rangka pembentukan LKMS BMA. Hingga kini BMA terus mencari pola yang terbaik dalam pengelolaan zakat produktif yang diharapkan dapat menjadi salah satu solusi dalam mengurangi tingkat kemiskinan di Aceh.

Disamping zakat produktif, terdapat dana infak yang juga disalurkan dalam bentuk produktif seperti bantuan usaha individu, bantuan usaha muallaf, bea siswa dan sebagainya yang disalurkan dalam bentuk bantuan hibah.    
Demikian beberapa uraian mengenai penyaluran zakat secara produktif di Baitul Mal Aceh, semoga dapat bermanfaat. Wallahu alam bis shawaf.

Tags: