Menanti Lahirnya Baitul Makmur (BM) Dalam Pengelolaan Zakat Produktif

  • Share this:
post-title

Oleh Hendra Saputra, SHI, M.Ag,

(ASN Baitul Mal Aceh)

Baitul Makmur merupakan nama  lembaga yang direncanakan Baitul Mal Aceh (BMA) dalam pengelolaan zakat produktif. Pengelolaan zakat produktif sendiri telah dimulai pada tahun 2004 dengan nama kelembagaan yang berbeda-beda. Pengelolaan zakat produktif  dimulai dengan penyaluran Becak Mesin dalam bentuk Aqad Ba’I Bi Tsamani ‘Ajil (pembayaran dengan sistem jual beli dengan menjual barang yang harganya telah ditambah dengan harga margin dan pembayarannya dapat dilakukan secara cicil), namun setelah terjadi musibah gempa bumi dan tsunami di Aceh banyak lembaga memberikan bantuan serupa diberikan kepada masyarakat Aceh dengan mekanisme yang berbeda-beda, ada dalam bentuk pinjaman murni, hibah dan sebagainya sehingga BMA beralih memberikan bantuan dalam bentuk yang lain. 

Selanjutnya tahun 2005 BMA bekerja sama dengan penyertaan modal ke 3 Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) yang berada di Banda Aceh dan Aceh Besar, dengan syarat memberikan bantuan pinjaman modal usaha dalam bentuk Qardhul Hasan. Namun kerja sama ini tersebut tidak berjalan lama sehingga BMA mengelola sendiri zakat produktif ini dengan membentuk Unit Pengelolaan Zakat Produktif (UPZP). 

UPZP sendiri dibentuk berdasarkan Surat Keputusan Kepala Badan Baitul Mal Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam No. 12/SK/BMP/X/2006 tentang Pembentukan Unit Penyaluran Zakat Produktif untuk Pemberdayaan Ekonomi Kaum Dhuafa Badan Baitul Mal Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, tanggal 17 Oktober 2006 M/24 Ramadhan 1426 H. Tugas UPZP adalah sebagai berikut Pertama, Melakukan studi kelayakan untuk masing-masing jenis kegiatan usaha, Kedua, Menetapkan jenis usaha produkif. Ketiga, Melakukan bimbingan dan penyuluhan. Keempat, Melakukan pemantauan, pengendalian, pengawasan dan evaluasi. Kelima, Mempersiapkan alat-alat kesiapan administrasi, Keenam, Membuat Database Mustahiq dan Ketujuh, Membuat Laporan.

Dalam melaksanakan tugasnya dilapangan UPZP tidak hanya menyalurkan zakat produktif dan mengutip pinjaman saja melainkan ada tugas lain yaitu bimbingan dan penyuluhan dalam bentuk melakukan pengajian yang bertujuan untuk meningkatkan pemahaman agama serta mengingatkan mustahik bahwa harta yang dimiliki hanyalah titipan, oleh sebab itu jika berhasil dalam menjalankan usaha, tidak lupa menunaikan kewajiban kepada tuhannya dengan menunaikan zakat dan/atau infak. 

UPZP sendiri bergerak pada 3 sektor yaitu pertanian, perdagangan, dan peternakan, dengan Menggunakan 3 aqad, yaitu Qardhul Hasan, Mudharabah dan Bai Bitsamanil Ajil. 

Seiring dengan kepercayaan yang terus meningkat pada tanggal 7 Juni 2012, pimpinan BMA berupaya mengembangkan UPZP menjadi lembaga keuangan sendiri namun masih dibawah koordinasi Baitul Mal Aceh dengan nama Lembaga Keuangan  Mikro Syariah Baitul Mal Aceh (LKMS BMA). Dasar hukum pembentuan LKMS yaitu Qanun Aceh Nomor 10 Tahun 2007 tentang Baitul Mal, pasal 29 ayat (1) yang menyatakan bahwa zakat dapat disalurkan dalam bentuk produktif  maupun konsumtif berdasarkan ketentuan syariat. 

LKMS BMA  tidak berjalan sebagaimana mestinya, sehingga sekitar tahun 2014 LMKS BMA dibubarkan. Seluruh pengelolaan personalia dan dananya dikelola langsung oleh BMA sehingga walaupun terjadi perubahan tidak mengganggu pelayanan kepada mustahik. Adapun personalia yang telah bekerja di LKMS BMA direkrut menjadi personalia BMA. Kemudian nama LKMS BMA berganti menjadi Zakat, Infak, Shadaqah Produktif  Baitul Mal Aceh (ZISPRO BMA). Selanjutnya ZISPRO sendiri tidak dapat berjalan sebagaimana mestinya sehingga sampai dengan saat ini operasionalnya dihentikan dan tidak berjalan lagi.  

Harapan kepada Baitul Makmur (BM)

Setelah lahirnya Qanun Baitul Mal (Qanun Aceh Nomor 10 Tahun 2018 tentang Baitul Mal sebagaimana telah diubah dengan Qanun 3 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas Qanun Aceh Nomor 10 Tahun 2018 tentang Baitul Mal) harapan untuk menghidupkan kembali pengelolaan zakat produktif yang terhenti sejak tahun 2014 mulai ada titik terang sesuai dengan pasal 19 huruf b yang berbunyi: pembentukan lembaga keuangan mikro syariah untuk menyalurkan Zakat, Infak, Wakaf dan Harta Keagamaan lainnya sebagai dana pinjaman dan/atau bergulir.   

Keberadaan BM berbeda dengan ZISPRO. Karena ZISPRO pada masa itu mengelola zakat, shadaqah dan infak produktif, sementara BM lebih luas lagi tidak hanya zakat, melainkan Infak, Wakaf, dan Harta Keagamaan lainnya. Untuk memformulasikan dalam regulasi dan pelaksanaannya bukanlah pekerjaan mudah, diperlukan kajian, FGD, dan beberapa kali konsultasi dengan pihak yang dianggap berkompeten dalam pembentukan BM sehingga diharapkan apabila terbentuk nantinya dapat berjalan dengan baik.

Lembaga ini kiranya dapat segera dibentuk karena saat ini rentenir terus merajalela di Aceh yang banyak memberikan kemudahan dalam pemberian pinjaman modal usaha. Ajakan untuk melakukan pinjaman dilakukan melalui SMS, WA, selebaran yang di tempelkan pada pepohonan, tiang listrik, secara online dan sebagainya. Upaya ini dilakukan untuk menarik minat masyarakat untuk melakukan pinjaman bagi yang membutuhkan. Namun sebaliknya, kami menduga upaya tersebut merupakan salah satu jerat yang dilakukan rentenir yang ingin mencari mangsanya, jika sudah didapat maka akan sangat sulit melepaskan diri dari jeratan hutang piutang yang entah kapan akan berkhir. 

Semoga dengan lahirnya BM dapat menjadi solusi bagi masyarakat Aceh dalam mengakses modal usaha, sehingga secara perlahan dapat beralih dari pinjaman dengan rentenir kepada BM yang juga memberikan kemudahan, mekanisme kerjanya lebih jelas dan sesuai dengan ketentuan syariah. Wallahu ‘Alam Bi Shawaf. 

Tags: