Amil P3K untuk Baitul Mal

  • Share this:
post-title

Oleh Arif Arham
(Amil Baitul Mal Aceh)

Baitul Mal Aceh (BMA) adalah lembaga amil zakat yang resmi dalam lingkungan Pemerintah Aceh. Lembaga ini bertanggung jawab untuk mengelola dana zakat, infak, wakaf, dan harta keagamaan lainnya yang dikeluarkan oleh umat Muslim di Aceh. Saat ini, BMA memiliki pegawai amil yang terdiri dari Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan non-PNS.

Meskipun Pemerintah Aceh telah berupaya untuk mengakomodasi kebutuhan sumber daya manusia amil dengan menggunakan tenaga profesional, tenaga kontrak, dan relawan, namun mereka tidak memiliki jaminan job security karena terikat oleh kontrak kerja berbatas waktu, yaitu satu hingga lima tahun.

Dalam konteks ini, perlu dipertimbangkan usulan agar amil non-PNS diangkat sebagai Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K/PPPK). P3K adalah salah-satu unsur Aparatur Sipil Negara (ASN) di samping PNS. Skema kepegawaian ini dianggap lebih cocok untuk BMA karena akan memberikan dampak positif bagi pengelolaan zakat dan dana keagamaan di Aceh. Beberapa manfaat yang dapat diharapkan dari perubahan ini adalah:

1. Stabilitas dan kontinuitas pengelolaan: Dengan jaminan job security bagi amil non-PNS, mereka akan memiliki motivasi dan komitmen yang lebih tinggi dalam menjalankan tugas mereka. Ini akan memastikan stabilitas dan kontinuitas pengelolaan zakat, infak, wakaf, dan harta keagamaan lainnya di BMA. Dengan demikian, umat Muslim di Aceh dapat mempercayakan dana keagamaan mereka kepada BMA dengan keyakinan bahwa pengelolaannya akan dilakukan secara profesional dan terus-menerus.

2. Peningkatan profesionalisme: Dengan mempekerjakan amil non-PNS sebagai P3K, BMA dapat menarik tenaga kerja yang lebih terlatih dan berkualitas. Skema kepegawaian P3K akan memungkinkan BMA untuk merekrut amil dengan kualifikasi dan keahlian yang sesuai dengan tuntutan pekerjaan. Ini akan meningkatkan profesionalisme dalam pengelolaan dana keagamaan dan meningkatkan kinerja BMA secara keseluruhan.

3. Efisiensi administrasi: Penyederhanaan struktur kepegawaian dengan menggunakan hanya dua kategori pegawai, yaitu PNS dan P3K, akan mengurangi kompleksitas administrasi di BMA. Ini akan mempermudah manajemen sumber daya manusia dan alokasi tenaga kerja yang lebih efisien. Dengan mengurangi birokrasi yang rumit, BMA dapat lebih fokus pada tugas inti mereka, yaitu pengelolaan dana keagamaan.

4. Pengembangan karier yang jelas: Dengan adanya jabatan struktural dan fungsional dalam skema kepegawaian P3K, amil di BMA akan memiliki kesempatan untuk mengembangkan karier mereka. Jabatan struktural akan memberikan tanggung jawab manajerial, sedangkan jabatan fungsional akan memberikan ruang bagi pengembangan keahlian dan spesialisasi dalam bidang pengelolaan dana keagamaan. Ini akan memberikan motivasi tambahan bagi amil untuk terus meningkatkan kualitas kinerja mereka.

Untuk menerapkan perubahan tersebut, diperlukan dukungan regulasi. Bisa dengan peraturan gubernur atau mungkin diperlukan perubahan Qanun Baitul Mal. Regulasi ini perlu mencakup aturan mengenai pengangkatan amil non-PNS sebagai P3K, hak-hak dan kewajiban mereka, serta aspek-aspek lain yang terkait dengan kepegawaian di BMA.

Pemerintah Aceh perlu melibatkan berbagai pihak terkait dalam proses penyusunan peraturan gubernur, apalagi perubahan qanun. Pertama-tama, keterlibatan BMA sangat penting karena lembaga inilah yang akan terdampak langsung oleh perubahan ini. Mereka dapat memberikan masukan dan perspektif yang berharga dalam merancang skema kepegawaian P3K yang optimal. Inisiatif perubahan kebijakan kepegawaian tentu perlu disosialisasikan kepada seluruh pegawai BMA. Sosialisasi ini harus mencakup penjelasan mengenai manfaat yang akan diperoleh, hak dan kewajiban amil yang diangkat sebagai P3K, serta prosedur seleksi, pengangkatan, dan pengelolaan amil.

Selain itu, perlu melibatkan instansi terkait, seperti Badan Kepegawaian Aceh (BKA), Biro Hukum dan Biro Organisasi pada Sekretariat Daerah Aceh, serta pihak terkait lain dalam penyusunan kebijakan kepegawaian yang sesuai dengan peraturan yang berlaku. Proses ini harus memperhatikan aspek-aspek hukum, administrasi, dan manajemen sumber daya manusia yang berkaitan dengan pengangkatan amil non-PNS sebagai P3K.

Tidak kalah pentingnya, Pemerintah Aceh harus melibatkan para ulama, akademisi, dan tokoh masyarakat, terutama jika perubahan Qanun Baitul Mal dilakukan. Dengan melibatkan para pemangku kepentingan ini, kebijakan yang dihasilkan akan lebih representatif, mendapatkan persetujuan yang luas, dan mengakomodasi aspirasi dan kebutuhan masyarakat Aceh secara holistik.*