Fungsi Manajemen Baitul Mal

  • Share this:
post-title

Oleh:  Dr. Abdul Rani Usman, M.Si

Anggota Badan Baitul Mal Aceh

Artikel ini mengkaji fungsi manajemen zakat di Aceh. Ajaran Islam menyentuh kaum tertindas dan termarjinalkan. Memberdayakan manusia menjadi prioritas, baik dari sisi aqidah, akhlak, ekonomi maupun kehidupan sosial lainnya. Islam mewajibkan orang kaya membantu golongan fakir-miskin dan orang yang membutuhkan pertolongan lainnya, yaitu dengan menunaikan zakat, infak dan sedekah. Terkait pengelolaan zakat, disebutkan dalam surat at-Taubah 60 dan 103. Banyak juga hadis Nabi tentang zakat, diantaranya hadis tentang Rasulullah yang mengirimkan Muaz ke Yaman untuk memungut zakat. 

Indonesia mempunyai keunikan dalam bernegara. Selain beragamnya agama dan budaya,  keunikan tersebut sekaligus dibingkai dengan Bhinneka Tunggal Ika. Kekhasan regulasi di Indonesia menjadikan Aceh mengelola zakat, infak, wakaf dan harta agama lainnya secara otonom. 

Terkait pengelolaan zakat di Aceh, tercantum dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2006, pasal 191 dan 192 yang menyebut zakat dikelola oleh Baitul Mal. Secara nasional adanya peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat. Turunan dari undang-undang tersebut adanya Qanun Aceh Nomor 3 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas Qanun Aceh Nomor 10 Tahun 2018 tentang Baitul Mal. Secara regulasi, fungsi manajeman zakat di Aceh menjadi kuat.   

Fungsi Manajemen Baitul Mal Aceh

Firman Allah dalam surat at-Taubah 103, “Ambilah zakat dari sebagain harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka, dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu menjadi ketenteraman jiwa bagi mereka.” Maknanya dianjurkan memungut zakat pada harta orang kaya. Dengan zakat akan mensucikan mereka. Sedangkan hadis terkait zakat disebutkan: “Beritahukanlah kepada mereka, bahwa Allah Swt telah mewajibkan dari sebagian harta mereka untuk disedekahkan. Diambil dari orang kaya untuk diberikan kepada mereka yang fakir. Apabila mereka mentaatimu dalam hal ini, maka peliharalah kedermawanan harta mereka, dan takutkanlah akan doa orang yang teraniaya. Sungguh tidak ada penghalang antara doa mereka itu dengan Allah SWT” (Hadis riwayat Jamaah dari Ibnu Abbass). 

Menurut Qaradhawi (2007), hadis ini menjelaskan tentang urusan zakat itu diambil oleh petugas untuk dibagikan, tidak dikerjakan sendiri oleh orang yang mengeluarkan zakat. 

Hadis sahih Bukhari-Muslim dari Abu Hurairah, Rasulullah telah menjadikan seorang laki-laki dari Azad yang bernama Ibnu Lutbiah sebagai petugas dalam segala urusan zakat. Rasulullah menugaskan Abu Masu’d sebagai petugas zakat, dan Rasulullah mengutus Abu Jahm bin Huzaifah sebagai petugas zakat (Qardawi 2007: 736). Mahmmad sebagai Rasul dan  Khalifah mengelola zakat dengan memanfaatkan sumber daya manusia yang ahli untuk melaksanakan fungsi dari manajemen agar zakat itu terkumpul dan dapat disalurkan kepada 8 asnaf. 

Rasulullah telah mengutus seluruh jazirah dengan petugas zakat untuk mengurus dan mengelola kewajiban ini dari orang yang wajib mengeluarkan dan membagikannya kepada mustahik zakat. Rasulullah membekali amil zakat dengan nasihat dan ajaran bagi mereka dalam rangka bermuamalah dengan pemilik harta dan senantiasa berwasiat agar mereka memperlihatkan rasa sayang dan memberikan kemudahan kepada para pemilik harta, dengan tanpa meremehkan hak Allah. Rasulullah membangun umat dalam berbagai sistem diantaranya bidang ekonomi. 

Fenomena ini menunjukkan kepada kita, sejak zaman Nabi masalah zakat itu adalah urusan dan tugas pemerintah. Atas dasar perkembangan masyarakat para ulama menyebutkan, wajib bagi Imam untuk menugaskan amil yang akan mengambil sedekah, karena Nabi saw  dan khalifah sesudahnya senantiasa mengutus petugas zakat ini, karena di antara manusia itu ada yang memiliki harta, akan tetapi tidak mengetahui apa yang wajib baginya, ada yang kikir sehingga wajib baginya mengutus orang yang mengambilnya (Qardawi, 2007: 738-739).   

Qanun Aceh Nomor 3 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas Qanun Aceh nomor 10 tahun 2018 tentang Baitul Mal pasal 5 disebutkan susunan Organisasi BMA terdiri atas Dewan Pertimbangan Syariah (DPS), Badan, dan Sekretariat. Fungsi  DPS dijelaskan dalam pasal 6, memberikan pertimbangan dan pengawasan syariah. Badan Baitul Mal Aceh (BMA) dalam pasal 7 bertindak sebagai penyusun dan pembuat kebijakan untuk penyelenggaraan pengelolaan dan pengembangan. Sedangkat Sekretariat pada pasal 8 berfungsi sebagai unsur pelayanan dan penyelenggara, pengelolaan dan pengembangan. Fungsi manajemen perencanaan, pengambilan kebijakan, controling, dan evaluasi dijalankan oleh Badan.

Fungsi Pemerintah

Fungsi pemerintah adalah mengatur dan membina masyarakat, termasuk di dalamnya mengembangkan ekonomi masyarakat terutama terkait dengan dana umat.  Secara agama, zakat telah diatur dalam Firman Allah dan Hadis Nabi. Regulasi negara terkait pembinaan kaum dhuafa disebutkan dalam UUD 1945 pasal 34, bahwa fakir dan miskin ditanggung negara. Turunan dari UUD 1945 adalah UUPA dan Undang-Undang nomor 23 tahun 2011 dan Peraturan Pemerintah Nomor 14 tahun 2014. Sedangkan regulasi turunannya Qanun Aceh Nomor 3 Tahun 2021. Kuatnya regulasi tentang zakat di Indonesia khususnya di Aceh menjadikan Aceh sebagai provinsi yang menjalankan syariat dalam bingkai Republik Indonesia.

Sistem regulasi yang mengatur tentang zakat di Indonesia tercermin dari keberagaman pandangan bangsa Indonesia sekaligus mengakumulasi keinginan masyarakat Indonesia mengembangkan potensi keagamaannya, termasuk pengelolaan keuangan umat Islam. Keinginan untuk mengembangkan potensi umat Indonesia menjadi perhatian dari pemerintah Indonesia, khususnya di Aceh. Keinginan masyarakat sesungguhnya hendak membangun sistem ekonomi syariah  berbasis potensi yang ada di Indonesia, sehingga lahirlah regulasi terkait dengan zakat dan infak guna menyahuti aspirasi umat Islam.

Pelaksanaan sistem ekonomi berbasis masyarakat masih membutuhkan penyempurnaan dan peran pemerintah yang lebih kuat, terutama tentang RPP Zakat Pengurang Pajak sebagai implementasi UUPA. Sebagaimana ajaran Islam, zakat dikelola oleh pemerintah, maka jika pemerintah mempercepat proses lahirnya RPP zakat sebagai pengurang pajak, maka pendapatan negara akan semakin banyak. Jika RPP ini terlaksana, sangat membantu pemerintah dalam mengembangkan ekonomi kaum miskin. 

Fenomena ini menunjukkan di Aceh selama zakat dikelola oleh pemerintah, maka sangat membantu pemerintah dalam pengentasan kemiskinan. Misalnya di Aceh tahun 2022 dapat mengumpulkan zakat, dan infak  dan sedekah Rp102 miliar. Adanya peningkatan zakat dan infak di BMA, maka pendapatan pemerintah  juga akan signifikan. Pemerintah Aceh sangat membantu  merancang program pemerintah dalam membantu kaum dhuafa. 

Selama zakat dikelola oleh Pemerintah Aceh, maka program pengembangan umat sangat terasa  dalam pengembangan ekonomi kaum miskin seperti di pedesaan, terutama dalam bidang pendidikan, kesehatan dan khususnya ekonomi berbasis komunitas. Pengaruh zakat dalam pengembangan ekonomi di Aceh sangat terasa terutama di musim covid 19. Secara ilmiah dan alamiah, zakat di Aceh menjadi spirit pengembangan ekonomi umat. Fenomena ini telah dibuktikan dalam beberapa tahun terakhir.  

Jika pemerintah mengesahkan RPP Zakat Pengurang Pajak, maka zakat di Aceh bertambah sampai satu triliun setahun. Angka ini sangat menjajikan bagi masyarakat dalam mengurangi kemiskinan di Aceh. Jika di Aceh zakat telah dikelola oleh negara, maka masyarakat Indonesia akan menjadi maju. Dengan kata lain, Aceh sangat berkomitmen untuk membantu pemerintah sebagai wujud nasionalisme ekonomi Indonesia di masa mendatang. Wallahu a’lam.

Editor: Sayed M. Husen