Pengelolaan Harta 'Uqubat

  • Share this:
post-title

Oleh: Hendra Saputra, SHI, M.Ag

Staf Sekretariat Baitul Mal Aceh dan Pengurus Al Washliyah Aceh


Saya mendapatkan kesempatan mendampingi Bapak Mohammad Haikal, ST, M.I.F.P, Ketua  Badan Badan Baitul Mal Aceh mengadiri undangan Focus Group Discussion (FGD) Rancangan Qanun Aceh tentang Perubahan Atas Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayat yang diselenggarakan  Biro Hukum Setda Aceh, Senin 25 Juli 2022. Kegiatan ini diisi dua orang Nara Sumber yang sangat ahli dalam bidangnya yaitu Prof. Dr. Al Yasa’ Abubakar, MA dan Prof. Dr. Syahrizal Abbas, MA. Pesertanya terdiri dari Akademisi, Praktisi dan beberapa Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). 


Dari forum ini saya memahami segala bentuk kejahatan akan terus muncul seiring dengan perkembangan teknologi yang memerlukan penangangan serius seperti judi online, asusila melalui media visual dan sebagainya, tidak tertutup kemungkinan akan terjadi atau mungkin sudah terjadi di Aceh yang dikhawatirkan akan merusak moral masyarakat Aceh. Betapa besar harapan terhadap perubahan Qanun ini, sehingga diharapkan segala bentuk kejahatan dapat dicegah dan diatur di dalamnya.


Durasi waktu dilaksanakannya FGD dirasakan sangat singkat sehingga beberapa peserta tidak sempat menyampaikan pendapatnya, namun peluang tersebut masih sangat terbuka mengingat perubahan Qanun ini masih dalam tahap pembahasan di DPRA. Dalam diskusi kecil, timbul wacana berkaitan dengan pengelolaan Harta ‘Uqubat dan peran Baitul Mal Aceh dalam Qanun Nomor 9 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Penanganan Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak, sebagaimana terdapat di dalam pasal 50 huruf a dan b, tanggung jawab Baitul Mal Aceh, paling sedikit meliputi: a. Menetapkan kebijakan pemberian bantuan untuk PBH dan ABH yang menjadi mitra dampingan lembaga pengada; dan b. Menetapkan mekanisme pemberian bantuan dengan memperhatikan minat, potensi dan kebutuhan perempuan berhadapan dengan hukum (PBH) dan anak berhadapan dengan hukum (ABH).


Pengelolaan Harta ‘Uqubat dan Implementasi Qanun Nomor 9 Tahun 2019


Harta ‘Uqubat adalah hukuman berupa harta yang ditetapkan oleh Hakim terhadap pelaku jarimah. Pengelolaannya telah diatur dalam Qanun Aceh Nomor 10 Tahun 2018 tentang Baitul Mal sebagaimana telah diubah dengan Qanun Aceh Nomor 3 Tahun 2021 (Qanun Baitul Mal). Dalam Qanun ini, Harta Uqubat merupakan bahagian dari  Harta Keagamaan Lainnya. Sesuai pasal 1 angka 45, yaitu Harta Keagamaan Lainnya adalah sejumlah harta yang bukan Zakat, Infak dan Wakaf yang diserahkan kepada Baitul Mal untuk dikelola, disalurkan, dimanfaatkan dan/ atau dikembangkan sesuai dengan prinsip-prinsip syariah seperti hibah, sumbangan dan sebagainya atau harta yang berdasarkan hukum dikelola dan dikembangkan oleh Baitul Mal, seperti harta yang tidak ada pemiliknya, atau harta 'uqubat, atau harta yang dibeli oleh Baitul Mal untuk menjadi aset. Selanjutnya, terkait pengelolaannya terdapat dalam pasal 137, yang mengamanahkan agar mengenai pencatatan, pengelolaan, penyaluran, dan/ atau pemanfaatan Harta Keagamaan lainnya oleh Sekretariat Baitul Mal diatur dalam Peraturan Gubernur. 

 

Dalam implementasi Qanun Nomor 9 Tahun 2019 hendaknya dapat disesuaikan dengan kewenangan Baitul Mal yang telah diatur dalam Qanun Baitul Mal yang selanjutnya diatur di dalam Peraturan Gubernur. Adapun kewenangan tersebut terpada pasal 1 angka 11 Qanun Baitul Mal, yaitu: Baitul Mal adalah lembaga keistimewaan dan kekhususan pada Pemerintah Aceh dan Pemerintah Kabupaten/Kota yang dalam melaksanakan tugasnya bersifat independen berwenang untuk menjaga, memelihara, mengelola dan mengembangkan zakat, infak, harta wakaf, dan harta keagamaan lainnya, dan pengawasan perwalian berdasarkan syariat Islam. 


Jika memperhatikan pengertian di atas, maka tidak semua PBH dan ABH mendapatkan bantuan dari Baitul Mal, perlu dilakukan klasifikasi sesuai katagorinya, hanya katagori yang memenuhi kriteria asnaf sebagaimana terdapat dalam surat QS At-Taubah ayat 60 yang merupakan sasaran dalam pendistribusian zakat. Begitupula halnya dengan penggunaan dana infak, meskipun lebih fleksibel dari zakat, namun dana infak tetap hendaknya dapat dipergunakan berkaitan dengan pengembangan ekonomi kaum dhuafa seperti fakir miskin dan sebagainya mengingat zakat dan infak belum terkumpulkan secara maksimal jika dibandingkan dengan potensi yang ada dalam hal ini mungkin memerlukan pilot proyek (proyek percontohan) agar terciptanya satu sistem dalam pemberdayaan ekonomi.


Hal serupa juga hendaknya dapat diatur dalam pengelolaan harta ‘uqubat. Harta ‘uqubat kiranya dapat dipergunakan untuk menjalin kerja sama dengan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) atau pengacara handal yang serius dalam memperjuangkan nasib PBH dan ABH dalam katagori asnaf yang sedang mangalami masalah hukum dalam memperjuangkan haknya, sehingga mendapatkan keadilan dimata hukum.  


Hal ini harus dijaga dengan baik agar pengelolaan harta umat dapat dikelola secara amanah, transparan dan akuntabel serta yang paling penting ialah sesuai ketentuan syariat dan tepat sasaran, dengan demikian masyarakat semakin meningkat kepercayaannya kepada Baitul Mal. Wallahu’alam bis shawaf.