Pentingnya Pengawasan Transaksi Keuangan Syariah di Gampong

  • Share this:
post-title

Oleh:  Hendra Saputra, SHI, M.Ag 

Staf Sekretariat Baitul Mal Aceh

Saya bersama pimpinan Baitul Mal Aceh (BMA) mengikuti pembahasan Rancangan Peraturan Gubernur Aceh (Ranpergub) tentang Lembaga Keuangan Non Formal dan Pegadaian Non Formal Serta Sanksi Sosial yang diselenggarakan Dinas Syariat Islam Aceh, beberapa waktu lalu. Penyusunan Ranpergub tersebut merupakan amanah pasal 7 ayat (4) dan pasal 58 Qanun Aceh Nomor 11 Tahun 2018 tentang Lembaga Keuangan Syariah.

Dalam penyusunan Ranpergub, muncul beberapa transaksi keuangan di dalam masyarakat yang hendak diatur seperti, praktik kerja sama modal dan usaha, praktik simpan pinjam/utang piutang, dan beberapa transaksi lainnya.

Transaksi keuangan seperti ini sudah lama ada di dalam masyarakat dengan nama gala, mawah dan sebagainya, namun belum terdapat satu model yang dapat dijadikan acuan, sehingga dapat dilaksanakan sesuai dengan syariat Islam. Selama ini, transaksi dilakukan berdasarkan kebiasaan masyarakat setempat, yang terkadang kebiasaan tersebut bertentangan dengan syariat Islam,  ditambah lagi banyaknya praktik rentenir yang masuk ke gampong dengan memberikan berbagai fasilitas untuk memperoleh dana segar. Masyarakat yang membutuhkan dana sering kali  menjadi korban, sehingga akan sulit lepas dari permasalahan ekonomi yang membelenggu  mereka.

Permasalahan ini hendaknya memerlukan pengawasan, sehingga masyarakat merasa adamnya perlindungan.  Dengan demikian kezaliman ekonomi dapat dihindari.

Pengawasan kiranya dapat dilakukan melalui lembaga pengawas fungsional, seperti inspektorat, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Untuk kepastian syariah, bisa diawasi oleh Dewan Syariah Aceh dan Dewan Syariah Kabupaten/Kota. 

Pembinaan

Untuk menghindari transaksi haram, masyarakat hendaknya mendapatkan informasi tentang bentuk-bentuk transaksi keuangan yang dibolehkan dan tidak dibolehkan. Upaya ini dilakukan dengan sosialisasi kepada tuha peut, aparatur gampong dan teungku imum yang dilakukan oleh Dewan Syariah Aceh dan Dewan Syariah Kabupaten/Kota. Selanjutnya, dibentuk tim pada tingkat gampong untuk melakukan pengawasan. Jika terjadi penyimpangan hendaknya segera dilaporkan kepada Dewan Syariah Aceh atau Dewan Syariah Kabupaten/Kota untuk diproses lebih lanjut. 

Kemudian, untuk jangka panjang, diperlukan pendidikan transaksi keuangan dalam lingkungan keluarga. Pendidikan ini sangat penting, karena untuk mengubah sesuatu yang telah menjadi tradisi bukanlah sesuatu yang mudah, melainkan harus diberikan pemahaman untuk generasi berikutnya, sehingga transaksi haram secara perlahan dapat dihilangkan.

BMG  Alternatif Solusi

Baitul Mal Gampong (BMG) merupakan tingkatan Baitul Mal paling dekat dengan masyarakat. Kehadiran BMG berdasarkan Qanun Aceh Nomor 3 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas Qanun Aceh Nomor 10 Tahun 2018 tentang Baitul Mal tidak mengubah pola pengelolaan zakat dan infak di gampong, melainkan agar pengelolaan harta umat lebih tertib dan akuntabel. Transaksi keuangan terbuka peluang dilakukan oleh BMG melalui penyaluran zakat,  infak dan  wakaf produktif, seperti qardhul hasan (pinjaman kebajikan), mudharabah (bagi hasil), dan transaksi lainnya. 

Sejauh ini, perkembangan BMG di Aceh cukup berfariasi, untuk itu diperlukan BMG yang aktif dan siap untuk mengelola harta umat ini. Baitul Mal Kabupaten/Kota dapat melakukan inventarisasi masalah, kemudian melakukan pembinaan.  Jika dipandang sudah mapan dapat diberikan dana untuk pengelolaan zakat,  infak dan wakaf produktif. Tidak tertutup kemungkinan Baitul Mal Aceh (BMA) berpartisipasi melakukan pembinaan dan pengembangan bisnis BMG, karena BMG merupakan garda terdepan dalam memberantas kemiskinan. Dengan aktifnya BMG, diharapkan dapat meminimalisir transaksi keuangan yang tidak sesuai dengan syariat Islam di Aceh.