Praktik Penyaluran dan Inovasi Program Asnaf Gharimin

  • Share this:
post-title

Dr. Abdul Rani Usman, M.Si
Anggota Badan BMA 

Islam adalah agama yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan. Nilai sosial dan kesetaraan selalu menjadi subtansi, di antaranya adalah diwajibkannya menunaikan zakat bagi orang kaya lalu membagi dan mendayagunakan kepada delapan asnaf. Asnaf yang dikaji dalam artikel ini adalah gharimin. Anjuran menyalurkan zakat kepada gharimin disebutkan dalam at-Taubah ayat 60 dan surat al-Baqarah ayat 280. Orang yang berutang mempunyai beban dalam hidupnya tetapi utang wajib dilunasinya. Seseorang yang telah meninggal, akan tetapi utangnya masih ada, maka utang itu harus dilunasi oleh keluarganya agar orang yang meninggal tersebut terhapus dosanya, terutama terkait dengan urusan utangnya.

Landasan Baitul Mal Realisasikan Asnaf Gharimin

Baitul Mal Aceh (BMA) sebagai lembaga pemerintah Aceh turut ambil bagian dalam membela kaum dhuafa di berbagai bidang. Salah satu landasan BMA adalah Firman Allah surat  Al-Baqarah ayat 280 yang berbunyi: “Dan jika (orang berutang itu) dalam kesulitan, maka berilah tenggang waktu sampai dia memperoleh kelapangan. Dan jika kamu menyedekahkan, itu lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.” Memberi tenggang waktu kepada orang yang berutang merupakan kebaikan, karena orang yang berutang berada dalam kesulitan. Membantu orang dalam kesulitan, terutama menunda pembayaran utang akan mendapat balasan baik dari Allah SWT.

Menurut Quraish Shihab, seseorang yang berada dalam situasi sulit atau akan terjerumus dalam kesulitan bila membayar utangnya, maka tangguhkan penagihan utangnya sampai dia berada dalam keadaan lapang. Menangguhkan  pembayaran utang dinilai sebagai qardh hasan, yakni pinjaman yang baik. Setiap detik ia menangguhkan dan menahan diri untuk tidak menagih,  saat itu pula Allah memberinya ganjaran berlipat ganda (Shihab, Tafsir Al-Mishbah, 2007, Volume 1:599). Akan tetapi utang yang menjadi beban dari orang yang meminjamnya maka asnaf gharimin sebagai solusi melunasi utang seseorang yang berada dalam kesulitan dan kesulitan. 

Sedangkan hadis terkait utang disebutkan sebagai berikut: Dari Qabishah bin al-Mukharik al-Hilal, ia berkata: “Aku telah memikul sesuatu beban (untuk mendamaikan dua pihak yang bersengketa), kemudian aku datang kepada Rasulullah s.a.w menanyakan tentang beban itu.” Rasulullah s.a.w berkata, ”Tegaklah, sehingga datang kepada kami zakat untuk kuberikan kepadamu! Kemudian ia berkata: “Wahai Qabishah, sesungguhnya meminta zakat itu tidak halal kecuali pada tiga golongan, pertama, orang yang memikul beban untuk mendamaikan dua pihak yang bersengketa, maka dihalalkan kepadanya meminta, sampai berhasil memenuhinya, sehingga ia berhenti memintanya. Kedua, orang yang tertimpa kebingungan yang sangat, karena rusaknya harta bendanya, maka kepadanya dihalalkan meminta sedekah, sehingga ia mendapatkan  kekuatan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Ketiga, orang mendapatkan kesulitan hidup, sampai berkata tiga orang dari pemuka kaumnya bahwa kesulitan hidup telah menimpa orang itu, maka kepadanya dihalalkan meminta sedekah sehingga mempunyai kekuatan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Orang yang meminta selain dari yang tiga itu wahai Qabishah, maka itu termasuk usaha yang haram (HR Bukhari). 

Orang yang berada dalam kesulitan hidupnya, berhutang sesungguhnya menjadi anjuran bagi pemerintah Islam untuk membayarnya. Utang ini adalah utang untuk kemaslahatan umat sebagaimana hadis yang tersebut di atas. Gharimin atau orang yang mempunyai utang dimaknai oleh Qardawi adanya kebutuhan orang yang mempunyai utang terhadap sesuatu untuk membayar utangnya, bukan berati bahwa ia harus tidak memiliki apa-apa. Seseorang mempunyai utang, memiliki harta lalu utangnya itu dibayar dengan hartanya, maka akan berkurang hartanya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, hendaknya harta yang memenuhi kebutuhan hidup itu dibiarkan saja, dan diberi bagian untuk membayar sisa utangnya itu (Qardawi: 2007: 597). 

Utang yang bukan untuk kemaslahatan umat atau utang karena maksiat tidak boleh diberikan, karena akan menambah kemaksiatan demikian menurut Qardawi. Qardawi memperbolehkan kepada kita memberikan pinjaman pada orang yang membutuhkannya dari bagian gharimin, hanya saja hal itu harus diatur sedemikian rupa dan dikeluarkan dari brangkas khusus, sehingga dengan itu zakat dibagikan dengan pembagian yang praktis dalam memerangi riba dan menghapuskan segala bunga ribawi (Qardawi, 2007: 608).  

Sedangkan definisi gharimin menurut DPS-BMA adalah orang yang karena keadaan tertentu (diluar dugaan/perhitungan, tiba-tiba) terpaksa menyediakan dana (biaya) tunai untuk keperluan yang tidak biasa yang tidak dapat ditutupi, seperti korban KDRT. Zakat diperuntukkan biaya hidup, kesehatan dan pendidikan (SK DPS BMA). BMA sebagai lembaga pemerintah sangat memperhatikan kemaslahatan umat terutama orang yang mengalami kesulitan, terkait utangnya. Orang yang dililit utang tentunya merasa sulit kehidupannya. BMA merealisasi asnaf gharimin berbentuk bantuan kepada orang-orang yang terlantar, korban musibah, bencana alam dan bencana kemanusiaan. Bencana alam tersebut seperti, banjir, kebakaran, diinjak gajak, dan lainnyanya musibah yang tidak diduga-duga.

Bencana alam di Aceh sangat sering terjadi seperti banjir, angin puting beliung dan kebakaran. Fenomena ini menjadi perhatian khusus BMA guna membantu meringankan beban hidup mereka. Bencana yang tidak diduga pun dialami oleh masyarakat. Suatu ketika penulis sambil menunaikan tugas BMA ke Kabupaten Bener Meriah mendengar RRI menyiarkan berita tentang masyarakat mengungsi, karena tanaman  dan rumah mereka diinjak gajah. Secara teknis belum ada pentunjuk untuk memberi bantuan untuk bencana ini. Namun penulis bersama tim mengunjungi pengungsi dan melihat penderitaan mereka, maka kami putuskan untuk memberikan bantuan untuk korban pengungsian tersebut. Fenomena alam yang beginilah asnaf gharimin diberikan BMA.

BMA merealisasi zakat asnaf gharimin  tahun 2022 Rp2.921.000.000,- (Dua milyar sembilan ratus dua puluh satu juta rupiah), kepada 795 mustahik yang mengalami bencana kebakaran, tanah longsor, gempa, dan rumah tertimpa pohon. Mustahik tersebar di  semua kabupaten/kota di Aceh dan korban gempa Cianjur. Asnaf gharimin diberikan sangat beragam dari tiga juta sampai 35 juta. Dana zakat ini diberikan tergantung pada kondisi lapangan yang telah diverifikasi oleh amil BMA.   Hasil verifikasi itulah menjadi acuan seberapa dapat diberikan kepada mustahik. Inilah asnaf gharimin yang dimaknai oleh BMA guna menyalurkan zakat asnaf gharimin di BMA.

Pesan Spiritual Zakat

Menyimak bacaan firman Allah dan Hadis Nabi, ijtihad ulul albab, dan definisi asnaf yang dimaknai  DPS-BMA membuat penulis berargumen dengan hati nurani, baik secara lisan maupun tulisan. Hasil kajian dan olah pikir penulis, maka asnaf gharimin seharusnya dibuat suatu lembaga keuangan sebagaimana yang diatur dengan sistem perbankan modern dan bernuansa agama. Artinya, BMA dengan segala konsekuensi logis sudah waktunya membentuk Bank Baitul Mal Aceh atau disingkat dengan Bank BMA. Logikanya, keuangan pemasukan dari pengumpulan BMA tahun 2022 dari zakat dan infak mencapai Rp102 Milyar. Secara regulasi dan fenomena agama diperbolekan untuk mengelola keungan zakat sesuai dengan zaman yang dihadapi oleh amil. 

Secara historis Baitul Mal masa Rasulullah, Khalifaurrasyidin, dan khalifah Islam lainnya mengelola zakat sesuai dengan zamannya. Artinya, fungsi zakat dan infak dimaksudkan dikelola dengan amanahdan berpola kepada panduan zakat sesuai dengan surat At-Taubah 60. Artinya, semua fungsi manajemen ada dalam asnaf zakat. Secara sistem telah diatur sedemikian rupa dalam firman Allah. Para muffasir pun telah memaknai sesuai dengan kondisi zaman. Artinya, saat ini yang dipentingkan adalah fungsi amil, yang menjadi ujung tombak adanya suatu inovasi dari institusi BMA. 

Artinya, syarat amil seperti yang ditulis Qardawi diantaranya adalah memahami hukum-hukum zakat dan kemampuan untuk melaksanakan tugas. Seorang amil, selain memahami hukum-hukum zakat, sekaligus mereka mempunyai kemampuan untuk melaksanakan asnaf zakat sebagaimana yang tercantum dalam surat At-Taubah 60. Dengan kata lain, kecerdasan hukum zakat, kecerdasan intelektual, dan kecerdasan  amil itulah yang dapat melakukan inovasi dalam pengembangan BMA dan pemanfaatannya sesuai agama dan fenomena kekinian. Dengan ini, kehadiran Bank BMA menjadi ijtihad intelektual amil BMA. Wallahu a’lam.  

Editor: Sayed M. Husen 

Tags: