Solidaritas Spritual Zakat

  • Share this:
post-title

Oleh: Abdul Rani Usman
Anggota Badan Baitul Mal Aceh

Islam mewajibkan zakat kepada orang kaya guna membantu kaum dhuafa yang termasuk dalam asnaf delapan (QS at-Taubah: 60). Orang kaya yang penghasilannya telah mencapai nishab zakat Rp. 6.900.000 (enam juta sembilan ratus ribu rupiah) per bulan wajib menunaikan zakat kepada lembaga pemerintah atau lembaga yang ditunjuk oleh pemerintah. Para orang kaya diharapkan menunaikan zakat melalui Baitul Mal setempat guna memudahkan para amil untuk merencanakan, mengumpulkan, menyalurkan, dan mengevaluasi  sesuai dengan kebutuhan mustahik. Hubungan antara muzaki dengan mustahik dapat meningkatkan harmonisasi dalam membangun umat. Artikel ini mengkaji nilai solidaritas spiritual yang terkandung dalam zakat.

Diriwayatkan dari Abu Ayyub, bahwa seorang laki-laki berkata kepada Nabi, ”Beritahukanlah kepadaku tentang suatu amalan yang dapat memasukkanku ke surga.” Lalu orang-orang berkata, “Apakah itu?” Maka Nabi bersabda, “Apakah Rabb membutuhkannya. Engkau beribadah kepada Allah dan tidak menyekutukan sesuatu pun dengan-Nya, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan menyambung silaturahmi.” (HR. Al-Bukhari). 

Amalan seseorang menuju surga adalah dengan tidak menyekutukan Allah, mendirikan shalat shalat, membayar zakat,  serta menjalin silaturahmi. Nilai spiritual menunaikan zakat tersimbolkan pada silaturahmi yang ditunjukkan oleh muzaki kepada mustahik. Artinya muzaki menjalin hubungan dengan meringankan beban ekonomi mustahik. Batin orang fakir-miskin merasa bahagia karena ia telah diberi rezeki melalui harta zakat orang kaya. Fenomena ini menjadi jalinan kasih-sayang antara muzakki dengan mustahik.

Di samping itu zakat mengikuti harta, bukan mengikuti pemilik. Rasulullah saw menugaskan amil zakat pergi ke suatu negara dan daerah-daerah untuk mengumpulkan zakat, maka ia memerintahkan mereka untuk mengambil zakat dari orang kaya suatu negara untuk kemudian diberikan kepada mereka yang fakir. Rasulullah memerintahkan Muaz mengumpulkan zakat ke Yaman, maka Muaz membagikannya kepada orang fakir di Yaman (Qardawi, 2007: 799). 

Para ulul albab memaknai hadis terkait pembagian zakat di tempat di mana zakat itu dipungut. Hadis lain disebutkan dari Abu Juhaifah, ia berkata: “Telah datang kepada kami petugas zakat Rasulullah, kemudian ia mengambil sedekah dari orang kaya kami, dan diberikan pada orang-orang fakir kami. Aku adalah seorang anak yatim, dan petugas itu memberi zakat kepadaku seekor unta.” (HR Turmuzi). 

Melihat fenomena yang berubah setiap saat dan berkembang terus, terutama transaksi keuangan secara global, maka ulama berbeda pendapat terhadap mata uang. Pemindahan zakat dari satu daerah ke daerah lain dalam keadaan penduduknya membutuhkan adalah menodai hikmah zakat yang diwajibkan. Tujuan zakat menurut pengarang al-Mughni adalah memberi kecukupan kepada orang-orang fakir, maka apabila kita memperbolehkan memindahkan zakat, berarti kita membiarkan golongan fakir di daerah itu tetap berada dalam keadaan membutuhkan. Berdasarkan sabda Nabi dan praktik khulafaurrasyidin, zakat itu disalurkan di tempat di mana zakat itu dikumpulkan guna membantu kaum dhuafa di sekitarnya.

Secara spiritual orang yang kaya membayarkan zakat kepada Baitul Mal, diperuntukkan agar kenikmanat harta dari orang kaya tersebut sampai juga kepada  orang fakir dan miskin. Artinya dengan menyalurkan zakat di sekitar orang kaya, sedikitnya menghilangkan kekhawatiran, kecemburuan sosial, dan juga sebagai jaminan sosial. Dinamika ini menjadi tanggung jawab sosial yang tidak sebanding dengan dana sosial lainnya atau dana kompensasi lainnya.

Konsep spiritual dan ukhuwah terjalin dengan memberi kecukupan kepada tetangga di mana orang-orang kaya itu berada. Menunaikan dan menyalurkan zakat di sekitar muzaki selain mempunyai nilai spiritual juga mempunyai makna sosial. Para pedagang diharapkan menyalurkan zakat di mana ia mencari harta agar zakat dapat mensucikan harta dan jiwa si muzaki. Nilai spiritual yang terkandung dalam zakat dapat dinikmati bersama, misalnya mendapat kebahagian dari zakat, yaitu muzaki bahagia karena dapat membantu mustahik. Mustahik bahagia karena telah dibantu oleh muzaki.

Logika Memindahkan Zakat

Secara kongkrit Sabda Nabi  mengutus Muaz untuk memungut dan menyalurkan zakat di Yaman dipraktekkan oleh Umar. Sabda Nabi sebagai panduan kongkrit bagi amil zakat saat ini. Namun demikian ada yang berpendapat jika penduduk setempat tidak membutuhkan zakat, seluruh atau sebagiannya, karena tidak ada mustahiknya atau jumlahnya sedikit, sementara harta zakat banyak, maka zakat itu boleh dipindahkan ke penduduk lain, dan kepada penguasa supaya dipergunakan sesuai dengan kebutuhan atau kepada pendudkuk di daerah tetangga (Qardawi, 2007: 802). 

Praktik zakat tersebut sering dilakukan oleh kerajaan Arab Saudi dan negara kaya lainnya. Fenomena tersebut juga sering dilakukan oleh Malaysia yang menyalurkan zakat ke daerah minoritas Islam seperti Kamboja dan Vietnam. Menurut Qardawi, memindahkan zakat itu diperbolehkan dilakukan oleh hakim yang jujur dan kepada negara sesuai dengan kebutuhannya.

Secara syariat BMA telah menyalurkan zakat sebagaimana dianjurkan Hadis Nabi.  Demikian pula, Keputusan  Dewan Pertimbangan Syariah (DPS)  Nomor 01/KPTS/2023 tentang Pengertian Senif Penerima Zakat, Besaran Dana dan Bentuk Penyaluran, tanggal 20 Januari 2023 telah menjadi pendoman dalam penyaluran zakat di Aceh. Para pejabat yang bekerja di Pemerintah Aceh secara otomatis dipotong gajinya 2,5% jika gaji tetap mereka mencapai Rp 6.900.000 per bulan untuk disalurkan oleh BMA sesuai syariat Islam. 

BMA menyalurkan zakat ke seluruh Aceh dalam bentuk beasiswa fakir-miskin, pembinaan muallaf, pemberdayaan ekonomi gampong, dan berbagai program lainnya atas dasar Keputusan DPS dan demi kepentingan dan kemaslahatan umat. 

Secara syariat konsep zakat yang terbangun di BMA selalu terpaut dengan konsep spiritual, karena para amil dibekali doktrin untuk menyalurkan zakat tepat sasaran. Konsep prioritas dan tepat sasaran menjadi konsekuensi spiritual bagi muzaki-mustahik atau amil itu sendiri. Spiritual zakat terbangun atas dasar kesadaran muzaki dan amil, karena kecerdasan spiritual amil membentuk citra BMA menjadi lembaga keuangan dan amal yang telah diakui pemerintah dan para ulama. Logika inilah yang dibangun oleh BMA dalam menjalankan tugas sebagai lembaga agama dan negara. Semoga spiritualitas antara muzzaki, mustahik, dan amil terus terjalin guna membangun umat tasamuh. Amin.

Editor: Sayed M. Husen