Tindak Lanjut Rakor Baitul Mal Tahun 2023

  • Share this:
post-title

Oleh: Hendra Saputra, SHI, M.Ag
Penyusun Program Anggaran dan Pelaporan Sekretariat Baitul Mal Aceh

Rapat Koordinasi (Rakor) Baitul Mal Se-Aceh merupakan rapat rutin Baitul Mal Aceh (BMA) setiap tahun dengan mengundang Baitul Mal Kabupaten/Kota. Tujuannya  untuk menganalisisa isu-isu strategis dan singkronisasi program yang akan dilaksanakan BMA dan BMK dalam rangka pengelolaan dan pengembangan zakat, infak, harta wakaf, dan pengawasan perwalian untuk peningkatan pelayanan kepada muzakki dan mustahik. 

Rakor tahun 2013 dihadiri oleh Dewan Pertimbangan Syariah/Dewan Pengawas, Pimpinan BMA/BMK dan Kepala Sekretariat BMA/BMK. Adapun tempat pelaksanannya di Banda Aceh yang berlangsung selama tanggal 8 s.d 9 Maret 2023, dengan mengangkat tema Penguatan Baitul Mal Se-Aceh Melalui Keterpaduan dan Keserasian Program. 

Dipilihnya isu  Penguatan Baitul Mal karena berbagai permasalahan kelembagaan di Baitul Mal, seperti belum seluruhnya BMK menyesuaikan dengan bentuk kelembagaannya yang sesuai Qanun Baitul Mal, belum lengkapnya regulasi pengelolaan zakat dan infak, kurangnya dukungan APBK dan sebagainya. Kemudian, dengan isu Keserasian Program, diharapkan dalam penyaluran zakat dan infak tidak tumpang tindih penerima manfaat, sehingga diharapkan adanya pemerataan penerima manfaat dari BMA dan BMK.

Rakor ini menghadirkan nara sumber dari BAZNAS, Baitul Mal Aceh, dan Yayasan Aceh Hijau. Peserta sangat serius dalam mengikuti acara rakor, sehingga waktu pelaksanaan selama dua hari terkesan tidak cukup, karena banyak isu-isu lain yang berkembang, yang memerlukan pembahasan lebih lanjut. Namun demikian rakor berhasil merumuskan rekomendasi yang dituangkan dalam Keputusan Tim Perumus Nomor 451.5/102/III/2023, tanggal 9 Maret 2023, tentang Rumusan Rekomendasi Rapat Koordinas Baitul Mal Tahun 2023. 

Saya berkesempatan mengikuti rakor ini secara penuh. Ada beberapa hal yang perlu menjadi perhatian, pembahasan dan tindak lanjut, diantaranya adalah: Pertama, perlu adanya Bank Wakaf. Isu ini pertama kali dimunculkan oleh Prof. (HC) Dr. Zainulbahar Noor, SE, M.Ec, Wakil Ketua BAZNAS, pada saat Prof. DR. Al Yasa’ Abubakar, MA, Ketua DPS BMA, menyampaikan presentasinya dengan judul Redefinisi Asnaf. 

Bank Wakaf menjadi penting dalam rangka peningkatan pelayanan kepada masyarakat. Kesimpulan dari diskusi ini ialah hendaknya setiap kegiatan dilakukan secara bertahap, dimulai terlebih dahulu dengan pendirian Bank Perkreditan Rakyat Syariah Baitul Mal/Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS). Terkait LKMS sendiri telah diatur dalam Pasal 19 huruf b dan pasal 26 huruf b Qanun Baitul Mal, yang berbunyi: Badan BMA/Badan BMK mempunyai fungsi dan kewenangan untuk pembentukan lembaga keuangan mikro syariah untuk menyalurkan zakat, infak, wakaf dan harta keagamaan lainnya sebagai dana pinjaman dan/atau bergulir. 

Oleh sebab itu, kiranya Badan BMA/Badan BMK hendaknya dapat berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait dalam rangka pembentukan lembaga ini, sehingga pelayanan kepada mustahik dapat maksimal. 

Kedua, pentingnya skala prioritas dalam penyaluran dan pendayagunaan zakat dan infak. Penyaluran zakat telah diatur dalam surat At-Taubah ayat 60, yaitu kepada delapan asnaf. Dalam penyalurannya hendaknya dilakukan dengan skala prioritas menurut keadaan masyarakat setempat. Karena, kalau dibagi rata setiap asnaf tentunya zakat itu tidak begitu dirasakan manfaatnya oleh masyarakat, namun sebaliknya jika dilakukan sesuai skala prioritas maka penerima zakat dapat memanfaatkan dana tersebut sesuai dengan kebutuhan dan keperluannya, sehingga diharapkan secara perlahan tingkat kemiskinan atau mustahik zakat dapat berkurang.

Ketiga, fleksibelitas zakat dan infak.  Zakat dan infak sebagai PAD merupakan hal baru yang diduga kuat belum ada satu contoh pelaksanaannya. Oleh sebab itu, Aceh merupakan satu-satu provinsi yang mengatur zakat dan infak sebagai PAD sedang mencari formatnya, sehingga dapat menyatukan zakat dan infak sebagai ketentuan syariah dan ketentuan dalam hukum perundang-undangan. 

Ketentuan ini sedang disusun oleh Pemerintah Aceh dalam bentuk Peraturan Gubernur (Pergub), sehingga dapat menjadi acuan bagi BMA dalam melaksanakan kegiatannya. Jika selesai nantinya diharapkan juga dapat disusun Peraturan Bupati/Walikota yang akan menjadi pendoman bagi BMK.  

Keempat, pentingnya inovasi dalam pengumpulan zakat. Selama ini pengumpulan zakat di BMA/BMK dilakukan dengan pemotongan langsung di Bendahara Umum Daerah, berdasarkan Qanun Baitul Mal, Pergub dan Perbub/Perwalkot. Upaya ini berhasil mengumpulkan zakat di kalangan PNS setempat, namun perlu dilakukan inovasi lainnya agar pengumpulan zakat dapat lebih maksimal khususnya bagi instansi vertikal/BUMN/BUMD dan lembaga lainnya yang menjadi objek pengumpulan di wilayahnya masing-masing. Dengan demikian, potensi zakat yang hasil penelitian terakhir pada tahun 2014 sebesar Rp1,4 triliun  dapat terkumpulkan secara maksimal. 

Kelima, advokasi implementasi zakat sebagai pengurang pajak penghasilan terutang. Ketentuan ini telah diatur dalam pasal 192 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh. Masyarakat Aceh sangat mengharapkan ketentuan ini dapat diimplementasikan, sehingga tidak terjadi double tax (pengutipan ganda zakat dan pajak). Dalam Rakor ini, BAZNAS bersedia memberikan dukungan agar pasal 192 ini dapat segera dilaksanakan. BAZNAS akan mencoba melakukan pendekatan dengan pihak terkait seperti Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Keuangan dan sebagainya. 

Namun demikian, Pemerintah Aceh dan Pemerintah Kabupaten/Kota diharapkan dapat terus menyampaikan ke berbagai pihak, khususnya ke pemerintah pusat dalam berbagai kesempatan agar pasal 192 ini dapat segera diimplementasikan.   

Keenam, standarisasi penempatan SDM Baitul Mal. Baitul Mal terdiri dari tiga unsur yaitu: Dewan Pertimbangan Syariah (DPS)/Dewan Pengawas (DP), Badan BMA/Badan BMK dan Sekretariat BMA/BMK. DPS/DP  dan Badan BMA/Badan BMK telah diatur kriterianya dalam Qanun Baitul Mal. Namun terkait PNS, Tenaga Profesional, Tenaga Kontrak dan lainnya belum diatur standarisasinya. Hal ini menjadi penting dalam pengembangan kelembagaan Baitul Mal. 

SDM yang andal dan mempunyai keahlian tertentu sangat diperlukan untuk bekerja di Baitul Mal, sehingga dapat memberikan pelayanan maksimal kepada masyarakat dengan demikian diharapkan Baitul Mal dapat menjadi lembaga yang diandalkan dalam pengentasan kemiskinan. 

Demikianlah beberapa hal sebagai catatan dalam Rakor Tahun 2023 ini. Semoga hasil rakor ini mendapatkan berkah dari Allah Swt dan dapat diimplementasikan di Baitul Mal menurut wilayah kerjanya masing-masing. Wallahu ‘alam bisshawaf.  

Editor: Sayed M. Husen

Tags: