Zakat Produktif dan Pengendalian Inflasi

  • Share this:
post-title

Oleh Arif Arham
(Amil Baitul Mal Aceh)

Pemerintah secara reguler mengadakan rapat koordinasi pengendalian inflasi yang dipimpin Menteri Dalam Negeri. Rapat ini diikuti seluruh pemerintah di tingkat provinsi dan kabupaten/kota. Di Aceh, Baitul Mal Aceh (BMA) menjadi salah-satu satuan kerja yang diikutkan dalam rakor ini karena dipandang turut berkontribusi dalam mengendalikan inflasi daerah.

Bagaimana peran BMA dalam upaya pengendalian inflasi? Untuk menjawab ini, kita perlu melihat kebijakan apa saja yang oleh para ahli dipandang sebagai pilihan strategis untuk mengendalikan inflasi, yaitu kebijakan moneter, kebijakan fiskal, kebijakan penawaran, dan kebijakan upah dan harga.

Kebijakan moneter (monetary policy) dapat dilakukan oleh bank sentral, yaitu Bank Indonesia, dengan menaikkan suku bunga. Jika ini dilakukan, masyarakat umumnya, dan para pengusaha khususnya, akan pikir-pikir dulu untuk meminjam uang di bank. Uang akan lebih sedikit beredar dan akibatnya akan memperlambat pertumbuhan ekonomi dan mengurangi permintaan barang dan jasa. Alhasil, inflasi akan berkurang.

Pilihan strategis yang lain adalah kebijakan fiskal (fiscal policy). Pemerintah dapat menggunakan kebijakan fiskal untuk mengendalikan inflasi dengan mengurangi pengeluaran dan/atau menaikkan pajak. Ini juga akan mengurangi jumlah uang yang beredar, yang juga memperlambat pertumbuhan ekonomi dan mengurangi permintaan.

Kebijakan lain adalah pada sisi penawaran (supply-side policies). Kebijakan ini dapat membantu mengendalikan inflasi dengan meningkatkan pasokan barang dan jasa. Ini bisa dilakukan dengan mengurangi regulasi, memotong pajak, dan berinvestasi di infrastruktur. Dengan kebijakan ini, produksi barang dan jasa meningkat sehingga harganya akan kompetitif dan lebih terjangkau.

Kebijakan terakhir yang bisa diambil untuk mengendalikan inflasi adalah dengan mengontrol upah dan harga (wage and price controls). Kontrol upah dan harga dapat digunakan untuk secara langsung membatasi tingkat inflasi. Namun, kebijakan ini seringkali sulit dijalankan karena dapat menyebabkan kelangkaan barang dan munculnya masalah ketenagakerjaan.

Dari paparan di atas, dapat dilihat bahwa kebijakan-kebijakan yang dapat diambil negara untuk mengendalikan inflasi bertumpu pada penawaran (supply) dan permintaan (demand). Semakin banyak masyarakat belanja, semakin tinggi harga barang. Inflasi terjadi. Sebaliknya, produksi barang/jasa yang lebih besar dari permintaan akan menyebabkan harga turun. Kebijakan yang diperlukan adalah yang mampu menyeimbangkan Indeks Peningkatan Harga (IPH), yaitu yang memberi keuntungan bagi produsen tapi juga mampu dibeli oleh konsumen. Dari itu, BMA ikut berperan pada level kebijakan penawaran dengan mendukung produktifitas usaha mikro dan kecil serta membantu meningkatkan daya beli masyarakat miskin.

Beberapa program pemberdayaan zakat/infak telah dan sedang dilakukan BMA, yaitu Meuraseuki (Gampong Zakat Produktif, Kelompok Usaha Bersama, bantuan usaha untuk dayah); bantuan modal usaha mikro; bantuan usaha untuk wakaf produktif; dan pendidikan vokasi.

Meuraseuki (Membangun Ekonomi untuk Rakyat Sejahtera dengan Upaya Komunitas yang Inklusif) bahkan telah mewakili Aceh di ajang Penghargaan Pembangunan Daerah (PPD) 2023  yang diselenggarakan Bappenas bersama 12 provinsi lain. Bappenas memandang bahwa Meuraseuki telah sesuai dengan tema Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2023 yaitu, "Peningkatan Produktivitas untuk Transformasi Ekonomi yang Inklusif dan Berkelanjutan".

Dayah Al Mujaddid, Sabang, misalnya, menerima bantuan modal usaha dari BMA pada tahun 2022 sebesar Rp 100 juta. Dana ini digunakan untuk mengembangkan Mini Market "Mujaddid Mart". Toko swalayan ini menyediakan kebutuhan harian santri dan warga sekitar. Keuntungan usahanya digunakan untuk membantu operasional dayah, beasiswa santri, dan pelatihan guru dayah. Diharapkan usaha ini akan "meuraseuki" untuk dayah secara berkelanjutan.

Bantuan usaha mikro juga ikut membantu meningkatkan produktifitas masyarakat miskin. Peningkatan produktifitas usaha mikro ini menggerakkan roda ekonomi di tingkat bawah. Barang dan jasa tersedia, uang juga beredar secara wajar. Harapannya adalah masyarakat memiliki daya beli untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Yang tak kalah penting adalah wakaf produktif. BMA memandang bahwa aset wakaf harus didayagunakan untuk meningkatkan produksi barang dan jasa. Sebagai contoh, usaha air isi ulang dan air minum kemasan di Meulaboh, Alma. Modal awalnya dari wakaf-melalui-uang para pegawai Kementerian Agama Aceh Barat. Lalu, BMA memberi tambahan modal Rp 100 juta untuk meningkatkan (upgrade) alat produksi. Dana stimulus ini membantu pengembangan usaha selanjutnya yang ditandai oleh peningkatan produksi, pembukaan lapangan kerja, dan penambahan pilihan air isi ulang dan kemasan bagi konsumen. Kelak, ini akan memberi pengaruh pada peningkatan kualitas layanan dan harga yang kompetitif dalam bisnis air isi ulang di kota tersebut.

Contoh lain pemanfaatan dana stimulus wakaf dari BMA ada di Gampong Dakuta, Muara Batu, Aceh Utara. Nazir membangun dapur pembakaran batu bata di atas tanah wakaf seluas 1.320 meter persegi dengan dana Rp 85 juta. Dari aktifitas ini, tertampung lima tenaga kerja dari pemuda desa. Selain itu, keuntungan usaha produksi batu bata dibagikan kepada fakir miskin, operasional meunasah, dan beasiswa anak yatim di desa tersebut. Produksi batu bata bertambah, dan uang beredar di kalangan warga miskin.

Kebijakan dari sisi penawaran untuk mengendalikan inflasi juga terkait dengan sumberdaya manusia yang berkompeten. BMA mendukungnya dengan memberi beasiswa pendidikan vokasi dan pelatihan singkat bagi warga miskin dalam usia produktif. Pendidikan perhotelan, pelatihan barista, pangkas (barber ), menjahit, dan teknisi elektronik adalah contoh kecakapan yang dilatih. Dengan itu, mereka diharapkan dapat segera bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Semakin banyak yang terampil meracik kopi, misalnya, semakin kompetitif lapangan kerja di bidang barista dan semakin kompetitif pula harga secangkir espresso.

Tentu, sebagaimana selalu diingatkan Menteri Dalam Negeri pada rapat koordinasi pengendalian inflasi, kerjasama semua sektor harus selalu dikedepankan. Mudah-mudahan BMA dapat lebih aktif bermitra dengan berbagai instansi pemerintah dan lembaga masyarakat dalam memberdayakan zakat dan infak untuk kesejahteraan rakyat.*