Bagaimana Hukum Zakat untuk Hadiah?

  • Share this:
post-title

Pembaca yang dirahmati Allah. Diantara harta yang wajib dizakati adalah rikaz (barang temuan), yaitu barang yang ditemukan terpendam di dalam tanah, atau yang biasa disebut dengan harta karun. Lantas, bagaimanakah hukum zakat terhadap hadiah yang diperoleh seseorang? Apakah posisinya sama dengan rikaz? Simak konsultasi zakat bersama Kepala Baitul Mal Aceh, DR. H. Armiadi Musa, MA berikut ini.

Pertanyaan:

“Assalamu’alaikum, Wr. Wb

Ustadz yang baik, saya memenangkan sebuah perlombaan di bidang menulis. Saya mendapatkan hadiah berupa uang tunai dan sebuah laptop. Yang ingin saya tanyakan, apakah saya berkewajiban membayarkan zakat untuk hadiah tersebut? Apakah laptop yang saya dapat harus dihitung dulu harganya kemudian dihitung zakatnya? Saya pernah mendengar tentang wajib zakat atas barang temuan (rikaz), apakah hadiah yang saya peroleh termasuk kategori rikaz? Atas jawaban Ustadz saya ucapkan terimakasih.”

-Dari Safaruddin, Banda Aceh-

Jawaban:

Saudara Safaruddin yang baik, mari kita coba urai lebih dalam, apa yang dimaksud dengan zakat rikaz. Dari sana nanti, kita akan tahu kira-kira apa bisa hadiah yang kita terima itu diqiyaskan dengan rikaz. Rikaz secara bahasa diambil dari kata: Ar-Rakzu , yang artinya terpendam. Asy-Syaukani dalam kitab ar-Raudhatun Nadiyah mengutip perkataan Imam Malik bahwa: “Keterangan yang tidak diperselisihkan di antara kami (ulama sezaman beliau), dan yang saya dengar dari para ulama, mereka menjelaskan: ‘Rikaz adalah harta temuan yang dulu pernah dikubur di masa jahiliyah (masa silam), yang diperoleh tanpa modal harta dan tanpa mengeluarkan banyak biaya, juga tidak dilakukan dengan kerja keras dan modal besar. Sementara benda yang digali dengan modal harta atau membutuhkan usaha keras, terkadang berhasil dan terkadang gagal, bukan termasuk rikaz”.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menetapkan zakat rikaz sebesar 20%. Sebagaimana keterangan Ibn Abbas dalam hadits riwayat Bukhari: “zakat untuk rikaz adalah seperlima (20%)”. Zakat Rikaz dikeluarkan tanpa mengikuti aturan haul, sehingga zakatnya dibayarkan ketika seseorang mendapatkan rikaz (harta karun).

Berdasarkan jabaran tersebut, jelaslah bahwa rikaz memiliki kriteria tertentu sehingga tidak semua barang temuan (galian) dapat dikategorikan sebagai rikaz. Lalu, bagaimanakah dengan hadiah? Menurut saya, hadiah yang Saudara peroleh bukanlah barang temuan (rezeki nomplok) melainkan pemberian atau hasil dari usaha Saudara. Sebelum mendapatkan hadiah tersebut, Saudara telah bekerja menyumbangkan pikiran dan waktu Saudara sehingga akhirnya Saudara terpilih sebagai salah satu pemenang. Meski ada sebagian ulama yang meng-qiyas-kan hadiah perlombaan dengan harta temuan (rikaz), saya cenderung kepada pendapat bahwa keduanya merupakan dua hal yang berbeda. Sehingga zakat yang harus Saudara bayarkan bukanlah zakat rikaz sebesar 20%.

Persoalan berikutnya, kalau tidak termasuk kategori rikaz, apakah hadiah tersebut tidak wajib dizakati? Saudara Safaruddin yang dirahmati Allah, hadiah berupa laptop atau barang sejenis yang Saudara dapatkan bukanlah kategori harta wajib zakat jika Saudara menggunakannya untuk kepentingan pribadi, bukan sebagai komoditi bisnis. Sehingga nilainya tidak perlu dikonversikan kedalam mata uang. Sementara untuk hadiah berupa uang yang juga Saudara terima, hukumnya menjadi sama dengan hukum zakat penghasilan. Hadiah tersebut menjadi bagian dari penghasilan Saudara yang harus Saudara bayarkan zakatnya apabila telah mencapai syarat nishab dan haul.

Yang dimaksud dengan penghasilan dalam hal ini adalah akumulasi (total) seluruh pendapatan dari sumber mana pun yang Saudara peroleh. Apabila nilai penghasilan Saudara telah mencapai nishab sebesar 94 gram dalam kurun waktu (haul) satu tahun, maka Saudara wajib membayarkan zakatnya melalui amil zakat di kota Saudara. Sekian..