Bolehkah Menyerahkan Zakat kepada Anak Yatim dari Kerabat Sendiri?

  • Share this:
post-title

Menyerahkan zakat kepada anak yatim dari kerabat sendiri

“Assalamu’alaikum, Wr. Wb

Ustadz pengasuh yang saya hormati, salah seorang kerabat saya memiliki anak yatim. Bolehkah jika saya menyerahkan zakat penghasilan saya kepada anak yatim tersebut? Terimakasih.

-Dari Ismail, Banda Aceh-

Jawaban:

Saudara Ismail yang dirahmati Allah, dalam surah Al-Baqarah, ayat 215, Allah Swt berfirman: “Mereka bertanya tentang apa yang mereka nafkahkan. Jawablah: “Apa saja harta yang kamu nafkahkan hendaklah diberikan kepada ibu-bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan.” Dan apa saja kebaikan yang kamu buat, maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahuinya.”

Ayat di atas menegaskan bahwa kerabat kita merupakan orang-orang yang memiliki hak atas bantuan kita. Apabila diantara kerabat atau famili kita ada yang membutuhkan bantuan, maka kita adalah orang pertama yang berkewajiban membantunya. Tetapi apakah ini bermakna mereka berhak menerima zakat dari kita? Dalam surah At-Taubah ayat 60 Allah menegaskan: “Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, Para mu’allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yang sedang dalam perjalanan (Ibnu Sabil), sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana. (QS. At-Taubah: 60)

Jelaslah bahwa kerabat tidak termasuk golongan yang berhak menerima zakat. Sehingga, para ulama tafsir berpendapat bahwa surah Al-Baqarah ayat 215 di atas membahas masalah sedekah, infaq dan nafkah, bukan zakat. Artinya, kita boleh memberikan sedekah atau infaq kepada siapa pun. Syarat penerimanya lebih longgar. Sedekah atau infaq lebih afdhal diberikan kepada orang yang lebih membutuhkan. Sedekah juga lebih afdhal diberikan kepada orang terdekat. Begitupun perihal nafkah. Seseorang berkewajiban menafkahi orang-orang yang ada di bawah tanggung jawabnya. Seorang kerabat memiliki kewajiban menafkahi kerabatnya ketika kerabat tersebut tidak mampu dan tidak ada orang terdekat yang menafkahinya. Sehingga, tanggung jawab menunaikan zakat tidak dianggap selesai setelah seseorang memberikan sedekah, infaq atau nafkah kepada kerabatnya. Artinya, orang tersebut masih harus membayarkan zakatnya meski pun dia telah memberikan sedekah untuk kerabatnya.

Kemudian perihal anak yatim, apakah anak yatim berhak menerima zakat? Sebagaimana tertera dalam surah At-Taubah ayat 60, anak yatim tidak termasuk kategori mustahik. Seorang anak yatim yang kebutuhan hidupnya telah tercukupi, tidak berhak menerima zakat. Adapun bila kebutuhan dasar anak yatim itu belum terpenuhi atau tidak ada orang yang menanggung hidupnya secara penuh serta tidak memiliki harta, maka anak yatim itu berhak menerima zakat. Jadi, yang menjadikan seorang anak yatim bisa menerima zakat bukan karena statusnya sebagai yatim, tapi sebagai orang miskin atau fakir. Saudara bisa memberikan zakat kepada anak yatim bila ia berstatus fakir atau miskin.

Terkait dana zakat untuk anak yatim ini, Ibnu Utsaimin dalam Majmu’ Fatawa menuliskan, anak yatim yang miskin berhak menerima zakat. Jika Anda menyerahkan zakat Anda kepada pengurus anak yatim miskin ini, zakat Anda sah apabila pengurus ini adalah orang yang amanah. Ada satu catatan penting. Sebagian orang beranggapan bahwa anak yatim memiliki hak zakat, apapun keadaannya. Padahal tidak demikian. Karena kriteria yatim bukanlah termasuk salah satu yang berhak mengambil zakat. Tidak ada hak bagi anak yatim untuk menerima zakat, kecuali jika dia salah satu diantara 8 golongan penerima zakat. Adapun semata statusnya sebagai anak yatim, bisa jadi dia kaya dan tidak membutuhkan zakat.

Wallahua’lam bisshawab.