Ramadhan Momentum Pembentukan Amil Defenitif Baitul Mal Gampong (BMG)

  • Share this:
post-title

Oleh.

HENDRA SAPUTRA, SHI, M.Ag 

(ASN SEKRETARIAT BAITUL MAL ACEH)

Q.S. At-Taubah ayat 60 merupakan dasar hukum penyaluran zakat kepada delapan Asnaf, salah salah satunya ialah amil. Ada yang beranggapan amil hanya diperlukan pada saat bulan ramadhan disaat umat Islam ingin mensucikan jiwa dan hartanya melalui pembayaran zakat, perlu dibentuk panitia pengelola zakat (amil), setelah semua kegiatan terlaksana, amil tersebut bubar, kemudian tahun berikutnya dibentuk kembali, kemudian bubar lagi, begitu seterusnya.

Praktek seperti ini masih sering terjadi di dalam masyarakat dan layak untuk dilaksanakan, bila tidak terdapat amil yang dibentuk secara defenitif, namun sangat disayangkan bila praktek seperti ini dipertahankan sangat sulit untuk mengelola dana zakat agar lebih bermanfaat, karena amil hanya bersifat insidentil semata. Apalagi bila zakat ingin disalurkan dalam bentuk produktif, tentunya memerlukan amil defenitif yang profesional dengan manajemen yang baik. 

Pembentukan Amil defenitif di era saat ini menjadi sangat penting, ditambah lagi Provinsi Aceh merupakan satu satunya Provinsi di Indonesia yang mendapat legitimasi untuk melaksanakan syariat Islam secara kaffah, tentu harapannya ialah syariat Islam dapat memberikan dampak perubahan siginifikan dalam kehidupan sehari-hari, tidak hanya aspek ibadah vertikal semata, melainkan aspek horizontal yang dapat dirasakan langsung manfaatnya oleh penerimanya salah satunya ialah dengan menunaikan zakat.

Namun demikian dalam menunaikan zakat tersebut kiranya dapat diiringi dengan pembentukan amil defenitif dengan adanya Baitul Mal Gampong (BMG) sehingga diharapkan akan berdampak pada peningkatan ekonomi masyarakat, dengan adanya program-program yang telah disusun dan dilaksanakan dengan baik, kerena BMG merupakan tingkatan Baitul Mal yang paling dekat dengan Masyarakat.  

Regulasi BMG 

Dalam Qanun Baitul Mal (Qanun Aceh Nomor 10 Tahun 2018 dan Qanun Aceh Nomor 3 Tahun 2021) menyebutkan bahwa Baitul Mal merupakan lembaga keistimewaan dan kekhususan pada Pemerintah Aceh dan Pemerintah Kabupaten/Kota yang dalam melaksanakan tugasnya bersifat independen berwenang untuk menjaga, memelihara, mengelola dan mengembangkan zakat, infak, harta wakaf dan harta keagamaan lainnya, dan pengawasan perwalian berdasarkan syariat Islam. Baitul Mal terdiri dari tiga tingkatan, yaitu Baitul Mal Aceh pada tingkat Provinsi, Baitul Mal Kabupaten/Kota dan Baitul Mal Gampong. 

Karena keberadaan BMG di Gampong, segala problematika permasalahan kehidupan mulai dari rumah tangga, kemiskinan dan sebagainya hendaknya Lembaga ini mendapatkan perhatian khusus karena memiliki tempat yang strategis dalam mengatasi permasalahan masyarakat, khususnya menyangkut perekonomian. 

BMG memiliki akses langsung ke masyarakat sehingga mudah untuk melakukan pendataan, penyaluran serta pemberdayaan harta umat tersebut. Hal ini dikarenakan wilayahnya yang tidak terlalu luas dan penduduknya yang tidak terlalu banyak. 

Oleh sebab itu, Qanun Baitul Mal mengakomidirnya yang menjadikannya tugas  BMG, sebagaimana terdapat di dalam pasal 20 ayat (1) adalah : a. mengelola zakat dan harta keagamaan lainnya, b. menginventarisir mustahik zakat, c. melaksanakan pendataan Harta Wakaf, Harta Keagamaan lainnya dan melaporkannya ke BMK, d. melaksanakan pendataan anak yatim dan walinya, dan yang terakhir e. mengusulkan nama calon Wali kepada BMK. 

Selanjutnya dalam ayat (2)  mengatur fungsi dan kewenangan, yaitu : a. pendataan dan inventarisasi Muzakki dan mustahik dalam lingkungan Gampong, b. pengelolaan zakat fitrah, zakat mal dan Harta Keagamaan lainnya yang berada atau terletak dalam lingkungan Gampong, c. pendataan wakaf dan Harta Keagamaan lainnya dalam lingkungan Gampong, d. pengelolaan Harta Wakaf yang BMG menjadi nazhirnya, e. pendataan anak yatim dan wali yang berada dalam lingkungan Gampong, f. pengusulan nama calon wali kepada BMK dan g. menjadi wali sementara sekiranya keluarga tidak bersedia menjadi wali, atau tidak memenuhi syarat untuk menjadi wali.  

Pembentukan

Kehadiran BMG tidaklah mengubah semua pola pengelolaan zakat, infaq, shadaqah dan waqaf yang selama ini telah dilaksanakan di Mesjid atau Meunasah, namun kehadirannya lebih kepada penertiban dan pengadministrasian sehingga diharapkan harta umat tersebut dapat bermanfaat bagi masyarakat setempat dan dapat dipertanggungjawabkan. 

Hal ini dapat dilihat dari struktur kepengurusan BMG yang masih memakai pola yang lama dimana Imeum Meunasah yang bertindak sebagai Ketua Baitul Mal sekaligus pimpinan nazhir mesjid/meunasah. Untuk selengkapnya tentang struktur BMG dapat merujuk Qanun Baitul Mal, yaitu: Ketua yang karena jabatannya dilaksanakan oleh Imuem Meunasah atau Imuem Mesjid atau nama lain, Sekretaris, Bendahara. Selanjutnya jika diperlukan dapat membentuk urusan yaitu Urusan pengumpulan, Urusan Penyaluran dan Urusan wakaf, harta keagamaan lainnya dan perwalian yang ditetapkan oleh Kheucik. 

Motivasi pembentukan dan pemantapan BMG

Untuk memotivasi pembentukan dan pemantapan Baitul Mal Gampong ada beberapa hal yang perlu menjadi perhatian, yaitu: Pertama, Untuk merangsang pembentukan BMG tidak perlu dibentuk seluruh Gampong sekaligus, namun dipilih Gampong yang dekat dengan ibukota kecamatan yang letaknya strategis serta mempunyai potensi zakat yang memadai dan didukung oleh sumber daya manusia pengurus BMG yang terampil sebagai pilot proyek. Apabila perlu peresmian pilot proyek BMG tersebut dilakukan oleh pejabat  Kabupaten/Kota beserta Pejabat Kecamatan yang dilantik oleh Bupati/Walikota. Kedua, Berilah motivasi bahwa masalah kemiskinan di Gampong dapat diatasi melalui pengembangan ekonomi syariah yang mengharamkan riba serta menggalakkan pembayaran zakat, infaq dan shadaqah. Tujukkan keberhasilan ekonomi zakat pada masa Rasulullah SAW serta pada masa Khulafaurrasyidin. Ketiga, Bagi BMG yang menunjukkan prestasi cukup baik, berikan penghargaan “Zakat AWard”. Apabila BMG sudah berkembang, tidak tertutup kemungkinan BMA juga akan memberikan penghargaan pada setiap Kabupaten/Kota. Keempat, BMG diberikan peranan dalam menetapkan siapa saja yang berhak mendapat bantuan dari pemerintah seperti Bantuan Langsung Tunai (BLT) dan bantuan lainnya. Peta penduduk miskin ini diperoleh pada saat pembagian zakat fitrah untuk mustahik miskin. Kelima, Data mustahik miskin ini selanjutnya dikumpukan secara berjenjang melalui kecamatan, Kabupaten/Kota sampai Provinsi. Data yang dikumpulkan tersebut akan menjadi ”PETA KEMISKINAN” yang paling lengkap di Aceh meliputi nama, anggota keluarga serta alamat yang jelas. Selanjutnya Data tersebut dapat diperbaharui setiap tahun, sehingga data yang dihimpun melalui BMG dapat lebih akurat. Untuk mendukung hal ini, tentunya bukanlah hal yang mudah melainkan memerlukan Sumber Daya Manusia  yang handal dan dana yang memadai agar dapat terlaksana sebagaimana mestinya. 

Harapan

Bulan Ramadhan diharapkan dapat dijadikan sebagai momentum dalam menata kembali pengelolaan zakat di Aceh, khususnya pada tingkat Gampong melalui pembentukan amil defenitif yaitu BMG. Kami berkeyakinan masyarakat dengan penuh kesadaran akan menunaikan zakatnya di bulan yang sangat mulia ini, namun kiranya amil yang dibentuk tersebut dapat permanen sehingga setelah ramadhan nantinya dapat menyusun program kerja lainnya. 

Kami berkeyakinan bahwa kehadiran BMG sangat diperlukan karena diharapkan dapat menjadi solusi alternatif dalam pengentasan kemiskinan di Aceh, karena keberadaannya sangat dekat dengan masyarakat sehingga mudah untuk melakukan identifikasi permasalahan serta pengambilan kebijakan atau solusi sehingga progam dan kegiatan yang dilahirkan BMG benar-benar dapat menjadi solusi dalam pengentasan kemiskinan.

Oleh sebab itu, Baitul Mal Kabupaten/Kota hendaknya secara perlahan mulai membentuk Baitul Mal Gampong, dan kepada Baitul Mal Gampong yang sudah dibentuk hendaknya dapat diberdayakan dan dibina secara komprehensif sehingga dapat berperan secara optimal di daerahnya masing-masing. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat. Wallahu ‘alam bis shawaf.