Roadmap Wakaf

  • Share this:
post-title

Oleh Arif Arham (Kepala Bagian Pemberdayaan)

Apa yang perlu dilakukan untuk mengembangkan wakaf di Aceh? Saya membayangkan beberapa tahap. Tahap-tahap ini bisa beurutan, bisa berjalan bersamaan, dan bisa bersifat melingkar (berulang dari tahap awal ke akhir terus menerus).

Tahap awal adalah pendataan. Ada banyak wakif yang mewakafkan hartanya dan nazhir yang mengelola wakaf itu di sekitar kita. Yang perlu dilakukan adalah mencatatnya. Baitul Mal Aceh (BMA) sebagai pembina wakaf dapat menghimpun data ini. Gampong (desa) dapat ikut membantu memberi data harta wakaf yang ada di wilayahnya. Data juga bisa didapat dari ormas dan yayasan wakaf serta KUA setempat.

Setelah data tersedia, tahap selanjutnya adalah mengajak yang lain mengembangkan wakaf (waqaf endorsement). Ini diutamakan untuk wakaf yang telah bersertifikat dan memiliki nazhir. Ada banyak nazhir yang sudah, sedang, dan akan mengembangkan wakaf. Kita hanya perlu menyebarluaskan informasi ini. Medsos dapat sangat membantu.

Secara bersamaan, pembinaan para nazhir dapat dilakukan untuk meningkatkan kapasitas manajerial dan pengembangan jaringan. Bahkan, tidak hanya pembinaan, BMA dapat membantu meng-upgrade nazhir dengan menerbitkan sertifikat nazhir perseorangan; membina organisasi yang menjadi nazhir;  dan membantu mengurus pendaftatan nazhir yang berbadan hukum.

Berikutnya adalah pemanfaatan harta wakaf. Dalam tahap ini, BMA tidak saja mengajak, tapi juga langsung menyediakan dana (zakat/infak) untuk mengembangkan harta wakaf. Misalnya,

mendirikan rumah sakit di atas tanah wakaf; mendanai wakaf produktif yang mendukung operasional wakaf sosial; dsb.

Memasuki tahap kelima, pekerjaan membenahi wakaf akan lebih berat, yaitu sertifikasi harta wakaf. Ini tidak saja terkait urusan administrasi pertanahan (untuk wakaf tak bergerak), tapi juga sengketa kepemilikan harta. Kerjasama berbagai lembaga terkait, baik pemerintah maupun adat, akan sangat membantu.

Terakhir, membina wakif dan nazhir untuk mencari sumber wakaf baru. Ini terkait erat dengan perkembangan dunia perwakafan yang secara global terus berlangsung. Selain tetap berwakaf barang tak bergerak, masyarakat dapat mengenal jenis dan mekanisme sumber wakaf baru, seperti wakaf uang.

Dewasa ini, pengguna mobile banking atau dompet elektronik sudah bisa langsung mendapati informasi ini di aplikasi ponselnya, lengkap dengan fasilitas untuk berwakaf. Lebih lanjut, uberisasi wakaf di masa disrupsi ini juga terus berkembang. Bukan tak mungkin, meluaskan sumber-sumber baru wakaf akan memperkuat daya ungkit wakaf untuk kesejahteraan. Di dunia dan akhirat.[]