Oleh: Sayed M. Husen/Analis Wakaf BMA
Pengelolaan dan pengembangan wakaf
seperti dimaksudkan UUPA Pasal 191 dan Qanun Aceh Nomor 10 tahun 2018 tentang
Baitul Mal dilakukan dengan membentuk Baitul Mal Aceh (BMA) dan Baitul Mal
Kabupaten/Kota (pasal 4 ayat 1). Susunan organisasi BMA terdiri atas Dewan Pertimbangan
Syariah (DPS), Badan BMA dan Sekretariat BMA. Sementara susunan organisasi BMK
terdiri atas Dewan Pengawas, Badan BMK, Sekretariat BMK dan Baitul Mal Gampomg
(BMG).
Susunan organisasi ini berbeda dengan
sebelumnya, yang DPS atau Dewan Pengawas tingkat kabupaten/kota tidak
ditetapkan dalam qanun. Qanun baru juga mengubah organisasi Badan Pelaksana
menjadi Badan BMA dan Badan BMK dengan pola kepemimpinan kolektif kologial.
Kebijakan umum pengelolan zakat, infak, wakaf dan pengawasan perwalian ditetapkan
oleh Badan BMA atau Badan BMK, selanjutnya disahkan oleh DPS atau Dewan
Pengawas. Lalu pelaksanaan pengelolaan dan pengembangan dilakukan oleh Sekretariat
BMA/BMK bersama tenaga profesional.
Menurut Qanun 10 tahun 2018, yang
dimaksud dengan pengelolaan adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan
perencanaan, pendataan, pengumpulan, penyimpanan, penyaluran, pengadministrasian
dan pengawasan terhadap zakat, infak, harta wakaf, harta keagamaan lainnya dan
pengawasan perwalian (pasal 1 angka 52). Ini artinya, pengelolaan wakaf oleh
BMA dan BMK dilakukan dari tahapan perencanaan, pendataan wakif dan nazir,
pengumpulan wakaf (harta bergerak dan tidak bergerak), penyimpanan atau
perlindungan aset wakaf, penyaluran mauquf alaih (manfaat wakaf), pengadministrasian
hingga pengawasan wakaf.
Pengembangan diartikan semua kegiatan
dalam upaya memperoleh nilai tambah atas zakat, infak, harta wakaf dan harta
keagamaan lainnya (pasal 1 angka 53). Dalam hal wakaf, pengembangan dilakukan
untuk meningkatkan produktivitas, nilai tambah, perluasan, serta keberlanjutan manfaat harta wakaf, sehingga
mauquf alaih merasakan manfaat wakaf berkelanjutan. Wakaf akan terus bertambah
dan berkembang dalam bentuk investasi, pembangunan, pemberdayaan atau
kolaborasi di bidang ekonomi, pendidikan, kesehatan dan lain-lain.
Dalam pengelolaan dan pengembangan wakaf
qanun mengharuskan memperhatikan asas keislaman, amanah, profesionalisme,
transparansi, akuntabilitas, kemanfaatan, keadilan, keterpaduan, efektifitas,
efisiensi, dan kemandirian (pasal 2). Dengan implementasi asas tersebut, BMA
dan BMK lebih hati-hati dan memperhitungkan berbagai peluang, tantangan, dan risiko,
sehingga wakaf tidak hanya dirasakan manfaatnya oleh pihak pengelola dan mauquf
alaih, namun harus berdampak terhadap terwujudnya masyarakat Aceh yang adil dan
sejahtera.
Wakaf yang dikelola oleh nazir negara
dan nazir sipil, dilakukan secara profesional, transparan dan akuntabel. Selain
itu, dalam pengelolaan wakaf dibangun sinergisitas dengan pemangku kepentingan
lainnya, sehingga lebih efesien dan dalam jangka waktu tertentu akan mencapai
kemandirian nazir dan mauquf alaih. Wakaf sesuai wataknya, terus berkembang,
lestasi dan manfaatya berkelanjutan.
Untuk mencapai idealitas dimaksud, maka
pembentukan Baitul Mal diantaranya bertujuan, melakukan pengawasan terhadap
nazir dan pembinaan terhadap pengelolaan dan pengembangan harta wakaf (pasal 3
huruf b); melakukan pengembangan dan peningkatan manfaat zakat, infak, harta
wakaf dan harta keagamaan lainnya untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan
penanggulangan kemiskinan (pasal 3 huruf). Tujuan ini untuk memastikan
terwujudnya nazir profesional, optimalisasi manfaat wakaf, peningkatan
manajemen wakaf.
Untuk mendukung tujuan dimaksud, kewenangan
dan fungsi BMA, BMK dan BMG, telah diperjelas dalam Qanun 10 tahun 2018, sehingga pengelolaan wakaf berjalan
dengan efektif. Misalnya, DPS berfungi menyelesaikan perbedaan penafsiran
tentang infak, wakaf, harta keagamaan lainnya dan pengawasan perwalian (pasal
16 huruf o). Dalam hal wakaf sangat mungkin terjadi perbedaan penafsiran, sebab
wakaf adalah masalah ijtihadiah, maka DPS akan menyesaikan perbedaan tersebut
secara arif dan bijaksana.
Demikian pula Badan BMA yang menyelenggarakan
kewenangan dan fungsi: pembinaan terhadap pengelolaan harta wakaf dan nazir
(pasal 18 huruh h), persetujuan pembiayaan sertifikasi dan/atau penyelamatan
harta wakaf (pasal 18 huruf j), permintaan kepada nazir dan/atau Badan BMK
untuk menyerahkan fotokopi dokumen terkait harta wakaf untuk
didokumentasikan/arsip (pasal 18 huruf k), dan permintaan dan dorongan kepada nazir
untuk mengurus sertifikat harta wakaf (pasal 18 huruf l). Fungsi ini dilakukaan
oleh Badan BMA bersifat kebijakan umum, yang operasionalnya dilakukan oleh
Sekretariat BMA.
Sampai di sini dapat dipahami, bahwa Qanun 10 tahu
2018 telah memberikan kewenangan dan fungsi kepada BMA untuk melakukan mediasi
konflik wakaf, pembinaan manajemen wakaf, pembinaan nazir, fasilitasi serfikasi
wakaf, melindungi harta wakaf, mendokumentasikan administrasi wakaf, dan
motivasi nazir supaya menjalankan fungsinya dengan baik. Sesuai ketentuan
qanun, hal yang sama akan dilaksanakan oleh BMK pada level yang berbeda.
Qanun 10 tahun 2018 memberi mandat
kepada BMA dan BMK untuk melakukan perencanaan pengelolaan dan pengembangan wakaf,
pendataan potensi wakif, pendataan nazir, pengumpulan wakaf (harta bergerak dan
tidak bergerak, penyimpanan/ perlindungan aset wakaf, penyaluran mauquf alaih
(manfaat wakaf), pengadministrasian, dan
pengawasan wakaf. BMK dan BMK harus meningkatkan
produktivitas wakaf, meningkatkan nilai tambah harta wakaf, perluasan jenis
wakaf, dan memastikan keberlanjutan manfaat harta wakaf.
Dengan demikian wakaf akan terus
bertambah dan berkembang dalam bentuk investasi, pembangunan atau kemitraan di
bidang ekonomi, pendidikan, kesehatan dan lain-lain. Kelemahan qanun adalah,
belum mengatur lebih rinci fungsi BMA dan BMK dalam melakukan penggalangan
wakaf baru (fundraising).