Analisis SOAR terhadap Wakaf Produktif

  • Share this:
post-title

Oleh Arif Arham
(Amil Baitul Mal Aceh)

Wakaf Produktif adalah konsep yang menggabungkan prinsip-prinsip wakaf Islam dengan pendayagunaan aset wakaf secara berkelanjutan untuk wirausaha dan menghasilkan pendapatan. Untuk mengukur sejauh mana wakaf produktif dapat diwujudkan, beberapa model analisis dapat dipakai. Salah-satu analisis yang biasa dipakai untuk kewirausahaan adalah analisis SOAR (Strengths, Opportunities, Aspirations, and Results).

Analisis SOAR dapat digunakan untuk membantu melihat sejauh mana program wakaf produktif dapat dikembangkan untuk mencapai maqasid syariah. Dengan mengetahui kekuatan, peluang, aspirasi, dan hasil yang dapat dicapai, wakaf dapat memberi dampak nyata bagi kesejahteraan umat.

Berbeda dengan analisis SWOT (Strengths, Weakness, Opportunities, and Threats) yang mengukur kelemahan dan ancaman, SOAR fokus pada hal-hal positif yang dapat digunakan untuk mengembangkan bisnis. Nazir dapat melihat kekuatannya dan menggunakannya untuk memperbesar peluang usaha di masa mendatang. Kemudian, rencana pengembangan wakaf produktif disusun dengan memperhatikan aspirasi pemangku kepentingan. Dari sana, ditetapkan hasil akhir yang diharapkan.

Sekarang, mari kita lihat kekuatan, peluang, aspirasi, dan hasil dari wakaf produktif.

Kekuatan wakaf produktif ada pada beberapa aspek. Aspek pertama adalah filantropi Islam, yaitu keinginan untuk berbagi dengan landasan iman kepada Allah. Prinsip filantropi Islam mengajarkan bahwa orang yang paling baik adalah yang paling bermanfaat untuk sesama. Balasan kebaikannya didapat di dunia dan akhirat. Karena itu, para wakif (orang yang menyerahkan harta bendanya untuk agama) berharap dua hal saja: keridhaan Allah dan kesejahteraan umat.

Dari aspek bisnis, wakaf adalah hadiah (a gift) yang berpotensi menghasilkan aliran pendapatan berkelanjutan tanpa modal awal untuk pembelian aset. Ini dapat mendorong pemberdayaan masyarakat untuk aktif dalam kegiatan ekonomi dan sosial. Harapannya, masyarakat akan mandiri secara ekonomi dan mengurangi ketergantungan mereka pada bantuan luar.

Wakaf produktif juga memiliki kekuatan pada aspek sumber pendanaan. Proyek sosial dan pembangunan pada aset wakaf dapat dibantu melalui wakaf uang, wakaf melalui uang, atau infak. Ini akan mengurangi ketergantungan pada metode pembiayaan tradisional dan menciptakan basis keuangan yang lebih stabil.

Kekuatan lain yang tak dimiliki bisnis lain adalah akuntabilitas pengelolaan dua dimensi. Orang atau lembaga yang diserahi tugas sebagai nazir memiliki rasa tanggung jawab dua dimensi, kepada Allah dan kepada manusia. Harapannya, akan lahir pengelola yang amanah, profesional, dan bersungguh-sungguh (dedicated staff) untuk menjaga aset wakaf. Dari segi bisnis, reputasi aset wakaf (brand reputation) yang terjaga dari pengambilalihan kepemilikan ini akan menguntungkan.

Hal kedua yang dianalisis SOAR adalah peluang yang dimiliki wakaf produktif. Salah-satunya adalah pengembangan pada aset wakaf untuk berbagai potensi bisnis. Jika aset wakaf berdekatan dengan pasar, maka bisnis yang menjanjikan adalah membangun toko dan memanfaatkannya untuk aktivitas perdagangan. Setidaknya, menyewakannya kepada pihak ketiga saja sudah menguntungkan nazir.

Peluang kerjasama lebih besar dengan pihak ketiga adalah hal yang patut diupayakan nazir. Misalnya, aset wakaf yang berkesesuaian lahan dengan tanaman tertentu dapat dikembangkan oleh pengusaha pertanian atau perkebunan melalui ikatan akad mudharabah dengan nazir. Ini akan membuka peluang masuknya modal baru dari pebisnis lain untuk jangka panjang.

Model kerjasama nazir dengan pengusaha yang sudah mapan tidak saja memberi keuntungan finansial, tapi juga berpeluang membangun kesadaran baru bagi dunia usaha tentang keberadaan wakaf produktif. Ini akan menguntungkan dalam jangka panjang bagi wakif, nazir, pengusaha mitra, pemerintah, dan masyarakat. Kerjasama lima unsur atau Penta Helix Waqaf ini adalah peluang besar membangun peradaban melalui wakaf.

Penta Helix Waqaf mensyaratkan kepentingan dan aspirasi semua pemangku kepentingan ditempatkan sejajar. Prinsip egalitarian ini menguntungkan wakaf produktif karena bersesuaian dengan sifat wakaf yang mementingkan kebersamaan (jama'ah), bukan individualitas. Karena itu, pertemuan nazir dengan Badan Wakaf Indonesia (BWI), BPN, Kementerian Agama, Baitul Mal, dan mitra sukses lain perlu terus dilakukan secara berkala. Dari analisis SOAR, Workshop Wakaf yang digagas Baitul Mal Aceh adalah bagian dari unsur aspirasi yang sangat positif untuk pengembangan wakaf produktif secara berkelanjutan.

Unsur terakhir yang dianalisis SOAR adalah hasil apa saja yang didapat dari pengembangan wakaf produktif. Hasil yang diharapkan muncul, antara lain, berupa dokumen administrasi wakaf (SK nazir, Akta Ikrar Wakaf, sertifikat tanah) menjadi lengkap; nazir berkompetensi dan bersertifikat; kesadaran untuk mengembangkan lahan tidur meningkat; para wakif semakin banyak (wakaf properti, wakaf melalui uang, atau wakaf uang); usaha di aset wakaf berkembang dan pendapatan bertambah; serta kesejahteraan warga meningkat.

Program pemberian modal untuk wakaf produktif Baitul Mal Aceh (BMA) dapat menjadi contoh bagaimana hasil yang diharapkan dirumuskan. BMA mendata aset wakaf, mengecek kelengkapan dokumen wakaf dan nazir, serta mencatat potensi pengembangan ke depan. Dari data inilah, hasil yang diharapkan dirumuskan bersama.

Hasil yang diharapkan harus dibarengi dengan pendampingan, pemantauan, dan evaluasi. Ini dilakukan oleh nazir, wakif, pemerintah, dan masyarakat. Karena itu, langkah-langkah pencapaian hasil perlu rinci dan terjadwal.

Semua analisis SOAR di atas hanyalah contoh untuk menggambarkan bagaimana wakaf produktif dapat berperan dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Analisis yang lebih dalam perlu dilakukan untuk membantu menetapkan strategi pengembangan bisnis pada aset wakaf. Dengan melihat kekuatan, peluang, aspirasi, dan hasil yang dapat diraih dari wakaf produktif, mudah-mudahan komitmen para wakif, nazir, mitra pengusaha, pemerintah, dan masyarakat akan semakin kuat.*