Hubungan Zakat dengan Iman kepada Allah

  • Share this:
post-title

Iman merupakan keyakinan yang mendalam terhadap Allah, Malaikat, Kitab-kibab-Nya, Rasul dan para Nabi, Hari Kiamat, dan Qada dan Qadar. Iman seseorang kadang-kadang berirama mengikuti selera nafsu. Akan tetapi, iman yang sebenarnya adalah kenyakinan dan meyakini dengan hati dan men-tasydiq-kan dengan aksi dalam kehidupan sehari-hari saat berinteraksi dengan Allah dan manusia. Melalui shalat dan zakat kita mendekatkan diri kepada Allah. Secara teks dan kontekstual maupun membaca fenomena lingkungan zakat sebagai unsur spiritual komunikasi dengan Allah dan manusia. Sedangkan keyakinan dan kebaikan yang berhubungan dengan lingkungan manusia adalah dengan membayar zakat.

Zakat sebagai kewajiban suci dalam masyarakat Islam telah dianjurkan pada masa awal Islam. Akan tetapi sebagian dari masyarakat Islam meyakini zakat itu sebagai kewajibannya, namun enggan merealisasikannya.

 

Tabungan Masa Depan

Zakat sebagai kewajiban individu dikeluarkan sesuai dengan nisab yang dipungut atau diambilkan oleh petugas atau amilin dalam hal ini Baitul Mal baik tingkat provinsi maupun di tingkat kabupaten/kota atau gampong. Membayar zakat adalah menabung masa depan bagi para muzaki.

Artinya seseorang yang sudah mengeluarkan zakat, ia telah meringankan beban orang lain. Zakat yang diterima oleh Baitul Mal akan dibagikan kepada orang yang berhak. Misalnya, untuk memberikan beasiswa tahfiz. Investasi masa depan bagi para muzaki telah dijanjikan oleh Allah swt.

Para muzaki tentunya akan terharu jika melihat seseorang yang tidak mampu menyekolahkan anaknya untuk hafal Alquran. Akan tetapi dengan adanya zakat maka muzaki sudah menabung untuk masa depam umat Islam yaitu menghidupkan Alquran dalam hati masyarakat.

Terkait dengan kewajiban zakat dan hubungannya dengan keimanan, disebutkan dalam Al-baqarah 3-5 sebagai berikut:

(Yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, melaksanakan shalat, secara berkesinambungan dan sempurna dan menafkahkan sebagian rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka, dan mereka yang beriman kepada yang telah diturunkan sebelummu, serta tentang (kehidupan) akhirat mereka yakin. Mereka itulah yang yang di atas petunjuk dari Tuhan mereka, dan merekalah itu orang-orang yang beruntung.



Dalam Tafsir Al-Mishbah, volume 1 disebutkan: Ayat ini menunjukan kepada umat Islam sifat-sifat orang yang bertakwa. Alquran sebagai petunjuk bagi manusia, maka di dalamnya adalah meyakini adanya yang ghaib, yaitu Allah swt. Selanjutnya melaksanakan shalat dengan sempurna, sekaligus menafkahkan sebagian harta yang dimilikinya kepada mereka baik yang wajib maupun yang sunnah. (Quraish Shihab:2007:91).

Pemahaman terhadap makna yang terkandung dalam Al-Baqarah 3-5 dari sudut pandang komunikasi adalah meyakini kepada yang ghaib. Allah, Malaikat, Kitab, Rasul dan Nabi, hari akhirat, dan dilanjutkan dengan melaksnakan shalat secara sempurna.

Akan tetapi fokus dari tulisan ini adalah menunaikan zakat sebagai kewajiban spiritual yang harus dilakukan oleh semua orang Islam yang telah mampu. Artinya menunaikan zakat adalah dilaksanakan oleh orang yang beriman. Jadi jika seorang muslim yang sudah mempunyai harta yang banyak diwajibkan untuk menunaikan zakat.

Keyakinan kepada yang ghaib dan melaksanakan shalat secara sempurna dan menunaikan zakat sebagai rangkaian spiritual yang harus dilakukan oleh semua orang Islam. Nilai hubungan antara yang ghaib, yaitu Allah, shalat, dan membayarkan zakat menjadi ruh keimanan bagi seseorang yang beriman guna mendekatkan diri dengan Allah swt. Kerelaan menunaikan zakat dalam ayat di atas adalah bukti ketulusan keimanan kepada Allah dan perhatian kepada pembangunan umat Islam di masa yang akan datang.

Kesinambungan regenerasi terlihat jelas, Islam mempunyai konsep masa depan umat dengan membangun ekonomi masyarakat dengan zakat. Membayar zakat sebagai kewajiban dan cita-cita kesucian untuk membentuk komunitas harmonis. Jika dianalisis secara komunikasi maka muzaki setelah membayar zakat sudah mempunyai ikatan suci dengan Allah, yaitu telah memenuhinya kewajiban yang sama dengan meyakini Allah, Kitab-kitab-Nya serta meyakini isi kitab salah satunya zakat. Hubungan antara manusia dengan Allah selain shalat juga melalui zakat.

Hubungan zakat dengan lingkungan berdampak kepada keberlangsungan hidup manusia lainnya. Jika zakat ini telah dibagikan kepada fakir, miskin, itu pertanda hubungan manusia sudah berlangsung. Namun hubungan emosional suci yang ada pada muzakki dan penerima zakat adalah dijembatani dengan doa oleh amil maupun mustahik. Di sinilah letak komunikasi spiritual yang sangat jarang dijelaskan oleh para teungku-teungku ataupun para ustaz baik di kota maupun di desa.

Di samping itu hubungan rohaniah para muzaki dan mustahik secara emosional terjadi apabila amil membagikan zakat kepada para penuntut ilmu baik ilmu tafsir, hadis, ekonomi maupun fisika. Artinya hukum memberikan zakat kepada penuntut ilmu adalah dapat diambil dari zakat ini. Akan tetapi kehadiran negara untuk memberikan beasiswa kepada ilmu-ilmu umum dapat meringankan dan mengurangi beban dari pengelola zakat. Dalam hal ini misalnya Baitul Mal dapat memberikan beasiswa kepada calon mufasir ke Timur Tengah, guna alumninya nanti dapat menafsirkan Alquran sesuai dengan konteks keilmuan terkini.

Konsekuensi logis hubungan antara keyakinan kepada yang ghaib menjadi dan zakat sebagai urutan hati suci membangun keberlangsungan harmonisasi antara Allah dengan manusia sebagai tuntutan Islam rahmatan lilalamin. Spiritualitas shalat yang terjadi sehari semalam sebagai wujud komunikasi dengan Allah.


Dalam surat Al-baqarah ayat 3-5 menjadi panduan bagi umat Islam dalam beribadah saling terkait dengan keimanan, dan shalat serta kewajiban membangun umat. Artinya jika beriman kepada Allah sebagai panduan utama yang dijelaskan dalam ayat di atas maka shalat menjadi bentuk komunikasi dengan Allah. Sedangkan zakat sebagai bentuk komunikasi antara sesama manusia lainnya.

Kemampuan manusia untuk mencerna sejauh mana keyakinan manusia kepada Allah dapat dilihat dari bagaimana kesempurnaan seseorang menunaikan shalat serta membayar zakat. Kebanyakan manusia mempunyai keterbatasan memahami wahyu sehingga sedikitnya ilmu tentang shalat sekaligus kurangnya pemahaman kewajiban menunaikan zakat. Untuk merealisasikan pemahaman terhadap ayat 3-5 Al-baqarah maka tugas ulul albablah yang menjembatani antara muzaki dengan mustahik.

Ulul albab menjadi harapan sebagai pewaris intelektual Islam guna memberi pemahaman kepada orang yang mampu untuk membayar zakat agar manusia dapat meyakini bahwa zakat sebagai kewajiban yang tidak ada tawaran dalam Islam. Dalam hal ini ulul albab sebagai ujung tombak untuk menerangkan makna wahyu Allah kepada muzaki. Memaknai wahyu tentang zakat selain membutuhkan ilmu Alquran, Hadis sekaligus dapat memakna realitas alam demi mengembangkan kemajuan Islam masa datang. Wallahu a'lam.

Oleh: Abdul Rani Usman, M.Si, Anggota Badan Baitul Mal Aceh

Link: https://aceh.tribunnews.com/2021/01/16/hubungan-zakat-dengan-imankepada-allah

Tags: