Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS) Baitul Mal Aceh

  • Share this:
post-title

Oleh: Hendra Saputra, SHI, M.Ag

(Staf Program dan Pelaporan Sekretariat BMA)


Dalam beberapa minggu ini saya sering sekali mendapatkan SMS yang isinya kurang lebih menawarkan pinjaman dengan prosedur sangat mudah serta pencairan dana yang cepat. Penawaran pinjaman serupa banyak ditemui di jalanan dalam bentuk selebaran yang di tempelkan pada pepohonan, tiang listrik dan sebagainya. Upaya ini dilakukan dalam rangka untuk menarik minat masyarakat untuk melakukan pinjaman bagi yang membutuhkan. Namun sebaliknya, kami menduga upaya tersebut merupakan salah satu jerat yang dilakukan reintenir yang ingin mencari mangsanya, jika sudah didapat maka akan sangat sulit untuk melepaskan diri dari jeratan hutang piutang yang telah ditandatangani. Yang lebih parah lagi ialah derita dan dosa riba yang dijalani entah kapan akan berakhir.


Praktek seperti ini banyak terjadi di dalam masyarakat, oleh sebab itu diperlukan suatu Gerakan untuk memerangi praktek rentenir tersebut dengan membela masyarakat, khususnya kaum dhuafa. Untuk mendukung kegiatan tersebut, salah satu cara yang ditempuh Baitul Mal Aceh sebagai lembaga yang dibentuk Pemerintah Aceh dalam mengelola zakat, harta wakaf dan harta keagamaan lainnya ialah dengan membentuk Lembaga Keuangan Mikro Syariah Baitul Mal Aceh yang akan penyaluran zakat khusus dalam bentuk kegiatan/usaha yang produktif atau lebih dikenal dengan zakat produktif.    


Upaya Baitul Mal Aceh dalam memerangi rentenir sebenarnya sudah dimulai sejak tahun 2004 dengan pemberian Becak Mesin dalam bentuk Ba’I Bi Tsamani ‘Ajil (pembayaran dengan sistem jual beli dengan menjual barang yang harganya telah ditambah dengan harga margin dan pembayarannya dapat dilakukan secara cicil), namun setelah terjadi musibah gempa bumi dan tsunami di Aceh banyak lembaga dan bantuan serupa yang diberikan kepada masyarakat Aceh dengan mekanisme yang berbeda-beda, ada dalam bentuk pinjaman murni, hibah dan sebagainya  sehingga Baitul Mal Aceh beralih untuk memberikan bantuan dalam bentuk yang lain.


Kemudian pada tahun 2005 Baitul Mal Aceh bekerja sama dengan 3 Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) yang berada di Banda Aceh dan Aceh Besar dalam bentuk penyertaan modal, dengan persyaratan BPRS tersebut akan memberikan bantuan pinjaman modal usaha dalam bentuk Qardhul Hasan. Namun kerja sama ini tersebut tidak berjalan lama. Sehingga   Baitul Mal Aceh mengelola sendiri zakat produktif ini dengan membentuk Unit Pengelolaan Zakat Produktif (UPZP) untuk pemberdayaan kaum dhuafa.


UPZP dibentuk pada tahun 2006 melalui Surat Keputusan Kepala Badan Baitul Mal Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam No. 12/SK/BMP/X/2006 tentang Pembentukan Unit Penyaluran Zakat Produktif untuk Pemberdayaan Ekonomi Kaum Dhuafa Badan Baitul Mal Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, tanggal 17 Oktober 2006 M/24 Ramadhan 1426 H.


Adapun tugas UPZP yang tertuang dalam Surat Keputusan tersebut, ialah: 1). Melakukan studi kelayakan untuk masing-masing jenis kegiatan usaha, 2). Menetapkan jenis usaha produkif, 3). Melakukan bimbingan dan penyuluhan. 4). Melakukan pemantauan, pengendalian, pengawasan dan evaluasi. 5). Mempersiapkan alat-alat kesiapan administrasi, 6). Membuat Database Mustahiq dan 6). Membuat Laporan


Secara teknis dilapangan tugas UPZP dalam melaksanakan tugas bimbingan dan penyuluhan, disamping mengutip pinjaman modal, juga diwajibkan untuk melakukan pengajian yang bertujuan untuk meningkatkan pemahaman agama serta mengingatkan mustahik bahwa harta yang dimiliki hanyalah titipan, oleh sebab itu jika berhasil dalam menjalankan usaha, tidak lupa menunaikan kewajiban kepada tuhannya dengan menunaikan zakat.


UPZP bergerak pada 3 sektor yaitu pertanian, perdagangan, dan peternakan. Adapun penyaluran bantuannya terdiri dari 3 produk, yaitu Qardhul Hasan (Pinjaman Kebajikan), Mudharabah (Bagi Hasil) dan Bai Bitsamanil Ajil. Bantuan tersebut dijalankan dengan mekanisme modal bergulir (Revolving Fund).


Seiring dengan kepercayaan yang terus meningkat dan permintaan masyarakat yang semakin banyak untuk membutuhkan bantuan, pada tanggal 7 Juni 2012, pimpinan Baitul Mal Aceh pada saat itu, ingin mengembangkan UPZP menjadi lembaga keuangan sendiri namun masih dibawah koordinasi Baitul Mal Aceh dengan nama Lembaga Keuangan  Mikro Syariah Baitul Mal Aceh (LKMS BMA) yang  bertujuan agar lebih fokus dalam pemberdayaan masyarakat dan lebih serius dalam memerangi para rentenir, khususnya di Banda Aceh dan Aceh Besar.


Dasar hukum pembentuan LKMS pada saat ity mengacu kepada Qanun Aceh Nomor 10 Tahun 2007 tentang Baitul Mal, pasal 29 ayat (1) yang menyatakan bahwa zakat dapat disalurkan dalam bentuk produktif  maupun konsumtif berdasarkan ketentuan syariat.


Namun demikian LKMS BMA  tidak berjalan sebagaima mestinya, sehingga dalam tahun 2014 LMKS BMA dibubarkan dan seluruh pengelolaan dananya dikelola langsung oleh Baitul Mal Aceh sehingga walaupun terjadi perubahan tidak mengganggu pelayanan kepada mustahik. Menyangkut personalia yang telah bekerja di LKMS BMA pada saat itu direkrut menjadi personalia BMA. Selanjutnya nama LKMS BMA berganti menjadi Zakat, Infak, Shadaqah Produktif  Baitul Mal Aceh (ZISPRO BMA).


Pada tahun 2018, harapan ingin menjadikan LKMS menjadi lembaga sendiri dibawah koordinasi Baitul Mal Aceh kembali muncul, salah satunya dengan mengatur salah satu fungsi dan kewenangan Badan Baitul Mal Aceh (Badan BMA) untuk membentuk LKMS sebagaimana terdapat di dalam pasal 19 huruf “b” Qanun Aceh No. 10 Tahun 2018 tentang Baitul Mal, yang berbunyi: pembentukan lembaga keuangan mikro Syariah untuk menyalurkan Zakat, Infak, Wakaf, dan Harta Keagamaan Lainnya sebagai dana pinjaman dan/atau modal bergulir.


Menindaklanjuti Qanun tersebut, pada hari jum’at, tanggal 26 Februari 2021 bertempat di Aula Baitul Mal Aceh, Pimpinan Badan BMA telah mengadakan pertemuan dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang dihadiri langsung oleh pimpinan OJK untuk membahas rencana pembentukan LKMS BMA yang sudah tertunda sudah cukup lama, namun tidak sedikit masyarakat yang sudah merasakan manfaat dari keberadaan lembaga tersebut meskipun tidak dengan nama LKMS BMA.


Alhamdulillah pertemuan tersebut berjalan lancar, pimpinan OJK menyambut baik rencana BMA dengan memberikan dukungan penuh dalam rangka pembentukan LKMS BMA. Semoga lembaga ini dapat segera terbentuk, sehingga harapan dan cita-cita untuk memerangi para rentenir dapat segera terwujud, masyarakat khususnya kaum dhuafa dapat melakukan transaksi dengan LKMS BMA dan menjauhi serta meninggalkan para rentenir tersebut, dengan demikian diharapkan segala bentuk transaksi riba yang dilakukan para rentenir secara perlahan akan hilang dari bumi serambi mekkah sehingga syariat Islam secara kaffah di Aceh dapat segera terwujud. Insya Allah. Amin.