Memaknai Zakat dalam Kebhinnekaan

  • Share this:
post-title

Oleh Dr. Abdul Rani Usman, M.Si, Wakil Bidang Perencanaan Baitul Mal Aceh

Indonesia merupakan negara plural yang dibangun berdasarkan kesepakatan dari identitas di nusantara berdasarkan Pancasila, UUD 1945 dan bhinneka tunggal ika. Sebagai bangsa besar yang terdiri dari berbagai unsur agama dan etnis, Indonesia menjadi model pembangunan plural di Asia Tenggara.

Indonesia yang berasaskan hukum membentuk masyarakat yang plural tersebut dengan kedamaian berdasarkan ketentuan yang diatur dengan Undang-undang. Salah satu kekhasan yang tercermin dalam Negara Indonesia adalah lahirnya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 tahun 2006, tentang Pemerintah Aceh (UUPA). Kekhususan ini menjadi panduan berbangsa dan bernegara, khusunya di Aceh.

Aceh sebagai salah satu provinsi di Indonesia mencoba menerapkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 tahun 2006 semaksimal mungkin. Keberagaman ini sesungguhnya sebuah realitas alamiah di nusantara. Kesatuan dalam keberagaman alamiah di Indonesia belum sepenuhnya tersampaikan untuk semua kita, terutama terhadap implimentasi UUPA.

Filosofi bernegara

Indonesia sangat menjunjung tinggi nilai-nilai ketuhanan, kemanusian dan berkeadilan. Tugas negara melindungi warganya guna menjalankan hak dan kewajibannya serta mengembangkan dirinya

hidup dengan tertib dan aman. Negara Indonesia berdasarkan Pancasila yang mencerminkan harkat dan martabat manusia.Mematuhi prinsip ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusian, kebangsaan, demokrasi, dan keadilan sosial berarti menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia (Bahan Ajar Bidang Studi Pancasila, UUD NRI 1945, 2017:44).

Indonesia sebagai negara hukum yang menghargai nilai kemanusiaan memberi kebebasan kepada warganya menganut agama yang diyakininya, tanpa memaksanya kepada yang lainnya. Nilai-nilai kemanusiaan yang terkandung dalam keyakinannya memiliki ciri khas bangsa. Sistem demokrasi dan keadilan sosial yang ada dibingkai dengan adanya perbedaan namun berada dalam bingkai kesatuan Bangsa Indonesia. Keadilan sosial yang ada dalam masyarakat diterapkan sesuai dengan prinsip-prinsip menjaga nilai-nilai harkat dan martabat manusia sebagai warga negara.


Negara bangsa yang menganut nilai-nilai keberagaman dapat dilihat dari banyaknya nilai dan sistem budaya yang berkembang dalam masyarakat sehingga bangsa Indonesia semakin kuat dengan menghargai keberagaman tersebut. Keberagaman yang ada di Indonesia dapat dilihat dari lahirnya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh.

Secara filosofi dalam UUPA No 11 tahun 2006 dapat disimak: Presiden menimbang: sistem pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintah daerah yang bersifat khusus. Berdasarkan perjalanan ketatanegaraan Indonesia, Aceh merupakan satuan pemerintah daerah yang bersifat khusus-khas perjuangan masyarakat Aceh.

Aceh sebagai provinsi yang unik spesifik mendapatkan perlakuan khas dari pemerintah pusat, karena perjuangan rakyat Aceh dalam mememerdekaan Indonesia. Realitas dilihat dari sejarah perjuangan selain berjuang bersama daerah lainnya sekaligus yang terakhir diduduki oleh Belanda dan tidak pernah kembali dan tidak ingin kembali menduduku Aceh. Warga Aceh juga banyak membelikan obligasi membantu pemerintah pada tahun 1946, salah satunya Nyak Sandang dan lain lainnya.Tahun 1948 rakyat Aceh juga membelikan dua pesawat perintis guna membantu perjuangan bangsa Indonesia.

Pesawat inilah yang menjadi cikal bakal penerbagan Garuda Indonesia. Fenomena sejarah perjuangan tersebut sehingga pemerintah Indonesia memberikan beberapa keistimewaan dalam bidang agama, pendidikan dan adat, dan budaya.

Zakat di Aceh

Terkait dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika terlihat dalam UUPA No 11 tahun 2006 pasal 191, zakat, harta wakaf, dan harta agama dikelola oleh Baitul Mal Aceh dan Baitul Mal kabupaten/kota.

Pasal 192 zakat yang dibayar menjadi faktor pengurang terhadap jumlah dari wajib pajak. Aceh sebagai provinsi khas mempunyai Undang-Undang guna mengatur sistem pemerintah sendiri, dalam bidang-bidang tertentu salah satunya adalah bidang pengaturan zakat, infaq dan harta agama lainnya.

Terkait dengan sistem pengaturan zakat sebagaimana yang diamanahkan oleh UUPA pasal 191 diatur dengan Qanun Nomor 10 Tahun 2018. Sedangkan pasal 192, zakat dapat mengurangi pajak menunggu realisasi dari pemerintah pusat.

Pengakuan Indonesia terhadap keberagaman menjadi panduan bagi warga Negara dalam membangun daerahnya masing-masing. Aceh sebagai daerah yang unik dan spesifik menjadi model pembangunan di Nusantara, menghargai nilai-nilai lokal yang berkembang. Agama dan nilai lokal yang ada terwariskan secara alamiah di Aceh ratusan tahun yang lalu, sampai saat ini terlaksana dengan baik sesuai dengan kententuan negara. Aceh yang dikenal wilayah syariat menjalankan rukun Islam yang ketiga yaitu zakat. Zakat sebagai amanah UUPA dalam pasal 191 dikelola Baitul Mal dan pasal 192 zakat menjadi pengurang dari penghasilan seseorang bagi yang sudah sampai nisap.

Zakat sebagai kewajiban kaum muslimin yang mampu ditunaikan terhadap penghasilan mereka. Sedangkan pajak merupakan kewajiban bagi semua warga negara. Terkait dengan amanah UUPA, nomor 11 tahun 2006, zakat dikelola Baitul Mal Aceh dan kabupaten-kota. Pengelolaan Zakat diatur dengan Qanun Aceh Nomor 10 tahun 2018. Zakat yang telah terkumpul di Baitul Mal menjadi Pendapatan Daerah. Artinya zakat menjadi tanggung jawab Pemerintah Aceh, dalam hal ini Baitul Mal.

Zakat menjadi tanggung jawab pemerintah untuk mengelolanya sesuai dengan Undang-Undang dan Qanun. Akan tetapi realisasi UUPA tahun 2006 memerlukan regulasi guna melaksanakan UUPA tersebut.


Artinya, departemen terkait membutuhkan rancangan regulasi baru untuk mengikuti amanah UUPA tersebut.

Fenomena masyarakat Aceh menantikan adanya rancangan mengatur atau petunjuk pelaksanaan teknis pelaksanaan zakat dapat mengurangi pajak, sesuai amanah Undang-undang. Misalnya jika seseorang telah menunaikan zakat 2,5 persen dari penghasilan yang sudah sampai nisab maka secara otomatis sudah terkuranginya pajak. Jika pajak penghasilannya 15 %, dan ditunaikan zakat 2,5 persen, maka si muzaki hanya tinggal membayar pajak 12,5 persen.

Artinya si muzaki tidak terbebani dua kali membayar. Karena zakat di Aceh sudah menjadi pemasukan daerah atau PAD. Masyarakat Aceh menantikan pentunjuk dari Pemerintah Pusat agar zakat dapat mengurangi pajak pada masa akan datang.

Para muzakki di Aceh saat ini membayar zakat sekaligus juga membayar pajak. Adanya UUPA dapat meringankan beban masyarakat guna membangun ekonomi umat. Artinya kehadiran regulasi merupakan harapan masyarakat dan Pemerintah Aceh agar masyarakat Aceh setelah membayar zakat secara otomatis dapat mengurangi pajak, sehingga hasil dari zakat dapat membangun kemaslahatan umat.

Pemerintah dan masyarakarakat Aceh menunggu pengesahan regulasi sebagai panduan melaksanakan amanah zakat mengurangi pajak. Semoga bangsa Indonesia membangun bangsanya sesuai dengan kekhasannya masing-masing.


Tags: