Menegaskan Kembali Kepemilikan Tanah Wakaf Blang Padang

  • Share this:
post-title

Oleh Tgk. H. Abdul Gani Isa 
Anggota DPS Baitul Mal Aceh 

Tulisan saya sebelumnya dengan judul “Mengembalikan Tanah Wakaf Blang Padang”, merupakan catatan kecil dari hasil rapat 27 Maret 2023 di Kantor Gubernur Aceh yang dipimpin oleh Dr H Iskandar A Gani, Asisten III  Setda Aceh. Dalam rapat tersebut yang dihadiri para SKPA terkait  dan sejumlah  tokoh masyarakat menyepakati, bahwa tanah Blang Padang adalah “wakaf” Masjid Raya Baiturrahman (MRB). Dalam  tulisan ini sesuai judul di atas, saya ingin menegaskan kembali kepemilikan Tanah Wakaf Blang Padang  tersebut.

Sesuai status dan legalitas hukum, yang namanya “wakaf”, dilarang keras mengubah statusnya atau mengalihkan status menjadi hak milik, baik  perorangan, kelompok maupun untuk lembaga tertentu, dengan jalan transaksi jual beli, menghibahkan, mewariskan kepada ahli waris, bahkan “haram” hukumnya hasil dari tanah wakaf digunakan untuk pribadi maupun golongan. Hal ini bertentangan dengan “ikrar wakif”, dimana “Tanah Blang Padang dan Blang Punge” yang diberikan oleh Sultan untuk membiayai kesejahteraan iman, khatib, bilal, serta  lainnya di MRB. Salah seorang imam ketika itu tercatat adalah Syech Abdurrauf. Statement ini sejalan dengan tulisan KFH Van Langen dalam bukunya Atjehsche StaatsBestuur, halaman 30-31, sebagai berikut:

“Deze rijstvelden bij de Atjehers bekend onder den naam van oemong sara waren te Blang Poengai  en Blang Padang gelegen”. Zij mochten niet verkoeht worden of als erfgoed overgaan, doeh waren special bested tot levensondderhoud van den Imam die erde schatting van kon trekken, of ze zelve behouwen. Sjech Abdoel Raoef vervulde bij de hetrekking van Imam  tevens die  van Chatib niet gelijktijdig  ver vulde, stelde hij  met goedvinden van den sultan  een ander person daartoe aan.” ("Sawah-sawah ini, yang dikenal orang Aceh sebagai oemong sara, terletak di Blang Poengai dan Blang Padang”. Mereka tidak untuk dijual atau diwariskan sebagai warisan, mereka secara khusus dibelanjakan untuk rezeki Imam yang dapat mengambil upeti dari mereka, atau mengukirnya sendiri.  Shech Abdul Rauf juga terpenuhi pada penarikan Imam juga bahwa Chatib tidak terpenuhi secara bersamaan dia menunjuk orang lain untuk tujuan itu dengan persetujuan sultan.") Terjemahan dari Google Translate.

Menurut Snouck Hurgronje dalam bukunya The Achehnese (Aceh di Mata Kolonialis), jilid II, hlm 140, menyebutkan, bahwa sawah-sawah yang diwakafkan untuk masjid mempunyai istilah sendiri, yaitu “Sara” dan dengan demikian orang menyebut Umong Sara atau Umong Sara Meuseugit atau Meusara Meuseugit. Snouck menambahkan, bahwa selain istilah tersebut juga orang Aceh menyebutnya dengan “wakeueh”, maksudnya seluruh hasil dari tanah tersebut sudah ditetapkan untuk keperluan masjid. Demikian pula sawah-sawah yang hasilnya untuk keperluan masjid raya disebut dengan “Umong Sara” atau “Meusara”. (Lihat Snouck, h. 323).

Respon Masyarakat 

Tulisan saya sebelumnya mendapat respon positif dari sejumlah tokoh agama, masyarakat, dan  para pegiat wakaf di Aceh, agar Tanah Wakaf Blang Padang segera diserahkan kembali kepada yang berhak yaitu kenadziran  MRB, karena semua kita tidak tahu kapan Allah mencabut ruh, bisa dalam waktu segera, bisa juga dalam waktu beberapa hari, minggu, bulan dan tahun, seperti diisyaratkan dalam ayat terakhir dari surat Luqman. 

Karena itu, malu rasanya bila menguasai yang bukan hak dan miliknya apalagi “wakaf” semata-mata untuk memperoleh hasil dan manfaat dari tanah wakaf tersebut, yang seharusnya di bawah pengawasan “nadzir” sebagai pemegang amanah untuk menjaga, memberdayakan, dan memproduktifkannya. 

Salam Wakaf

Salam “wakaf” pertama saya tujukan kepada Pj  Gubernur Aceh, agar bisa membantu penyelesaian tanah wakaf Blang Padang dalam waktu segera kepada kenadziran MRB. Upaya yang sungguh-sungguh dari Pj Gubernur  dan instansi terkait sedang dinantikan oleh lima juta lebih rakyat yang berada di Serambi Mekkah ini. 

Salam “wakaf” kedua, saya tujukan kepada Panglima Komando Daerah Militer (Pangdam) Iskandar Muda yang baru saja bertugas di Tanah Rencong. Kami rakyat Aceh senantiasa berdoa agar Pangdam dan keluarga selalu diberi maunah, keberkahan dalam melaksanakan tugas, baik sebagai amanah Allah, amanah negara maupun kepercayaan rakyat. Kiranya di bawah kepemimpinan Pangdam IM, Allah bukakan hati, pikiran yang jernih agar “Tanah Wakaf  Blang Padang” bisa diselesaikan melalui musyawarah dan mufakat,  sehingga dalam waktu tidak lama bisa menyelesaikannya dan mengembalikannnya kepada yang lebih berhak yaitu “Kenadziran” MRB. 

Salam “wakaf” ketiga saya tujukan kepada para alim ulama, cerdik pandai, tokoh adat, pemerhati sejarah, serta seluruh  umat Islam senantiasa memanjatkan doa kehadirat Allah SWT, semoga nantinya kita lepas dari masuliyah di yaumil kiamat, karena semua kita telah berusaha dan berupaya, bahwa “Tanah Wakaf Blang Padang” sudah diserahkan kembali kepada yang lebih berhak, yaitu MRB. 

Semoga tulisan ini bermanfaat dan Allah mudahkan dalam semua urusan kita, Amin Ya Rabbal Alamin.  Wallahul muwafiq ila aqwamittariq. 

Editor: Sayed M. Husen