Oleh Ibnu Mundzir
Pembelajar di ICAIOS dan Yayasan
Aceh Hijau
Salah satu
amanah bagi Baitul Mal Aceh (BMA) adalah berkontribusi mengurangi angka
kemiskinan di Aceh. Ada beragam risiko yang membuat seseorang menjadi miskin
atau sulit untuk lepas dari kemiskinan.
Risiko tersebut
hadir dalam beragam wajah sesuai dengan tahap kehidupan manusia. Pada usia balita
(0-5 tahun), risiko kemiskinan hadir dalam malnutrisi dan penelantaran. Pada
usia sekolah (6-18 tahun), risiko kemiskinan muncul dalam putus sekolah,
pekerja anak, perkawinan anak, penelantaran, dan kekerasan pada anak.
Pada usia
kerja (19-60 tahun), risiko tersebut muncul melalui pengangguran, kekerasan
domestik, dan perceraian. Pada usia lansia (>60 tahun), risiko muncul dalam
ketiadaan dana pensiun, penelantaran, dan kesehatan yang menurun. Risiko lain
yang hadir lintas usia adalah kesehatan yang buruk, disabilitas, bencana alam,
dan guncangan sosial ekonomi.
BMA telah berupaya
mengatasi risiko kemiskinan di semua tingkatan usia. Untuk risiko lintas usia,
BMA memberikan santunan bulanan bagi warga miskin penyintas bencana dan
penderita penyakit kronis seperti kanker dan thalasemia. Untuk fakir usia
lanjut, BMA menyalurkan santunan bulanan.
Untuk usia
produktif, BMA memberikan dukungan peralatan kerja. Untuk anak usia sekolah,
BMA memberikan beasiswa pendidikan, termasuk pendidikan untuk anak berkebutuhan
khusus, serta dukungan bagi anak yang diterlantarkan dan korban kekerasan dalam
rumah tangga.
BMA bahkan
memiliki program satu keluarga (miskin) memiliki satu sarjana. BMA juga
memiliki inovasi untuk menangani risiko kemiskinan pada balita dengan mendukung
pencegahan stunting, termasuk dengan menyediakan fasilitas air bersih dan
sanitasi bagi keluarga miskin.
Inovasi lain
dari BMA adalah penanganan kemiskinan di tingkat keluarga secara integratif
melalui zakat family development (pengembangan keluarga berbasis zakat)
yang dilaksanakan selama beberapa tahun hingga keluarga tersebut lepas dari
jerat kemiskinan.
Semangat BMA
adalah pemberdayaan mustahik, tidak sekedar penyaluran zakat dan infak,
sehingga mustahik dalam jangka panjang dapat lepas dari kemiskinan dan kemudian
menjadi muzakki. Untuk mencapai cita-cita tersebut, perbaikan kelembagaan dan
program mutlak untuk terus dilakukan.
Untuk
perbaikan kelembagaan, BMA perlu terus mempertahankan semangat belajar dan
berinovasi serta mengupayakan meraih sertifikasi ISO 9001 untuk sistem
manajemen mutu. Pencapaian sertifikasi tersebut akan menunjukkan bahwa BMA
memiliki manajemen yang modern dan berkualitas sehingga meningkatkan
kepercayaan muzakki dan mustahik.
Untuk
perbaikan program, kegiatan monitoring, evaluasi, dan pembelajaran perlu
dilakukan secara rutin. Akhirnya, selain memberdayakan ekonomi mustahik, BMA
dituntut untuk memfasilitasi pendampingan ruhiyah sehingga mustahik semakin
bertakwa.
Patut kita
renungkan sejauh mana BMA telah melakukan dakwah dan pendampingan dalam
pemberdayaan ruhiyah ini. []