Masjid Basis Pengembangan Wakaf

  • Share this:
post-title

BANDA ACEH -- Potensi wakaf berbasis masjid cukup strategis dikembangkan dengan memanfaatkan teknologi digital. Setiap pengurus masjid dapat menyediakan fasilitas pembayaran online dan memotivasi jamaah berwakaf setiap minggu minimal Rp 10 ribu. “Bisa dipastikan dari 100 jamaah saja yang berwakaf tiap bulan akan meningkatkan aset wakaf yang cukup besar. Dengan ini akan menggerakkan ekonomi masjid semakin optimal,”  kata Anggota Badan BMA Khairina ST saat menjadi pemateri pada Pelatihan Nazir Wakaf Produktif yang diselenggarakan Bank Indonesia Perwakilan Banda Aceh, Jumat (6/8/2021).

Menurut Khairina, Aceh masa lalu telah menjalankan praktik wakaf jauh sebelum regulasi wakaf ada seperti sekarang. Setidaknya saat ini hampir setiap gampong dengan basis masjid atau meunasah memiliki aset wakaf. Hanya saja mayoritas aset wakaf masih dikelola secara tradisional. Untuk itu, kata dia, diperlukan partisipasi semua elemen masyarakat untuk memajukan dan memberdayakan aset wakaf  tersebut, agar berdaya guna dan punya daya ungkit pertumbuhan ekonomi. 

Dia menambahkan, dengan regulasi yang sedang dipersiapkan berupa Qanun dan Peraturan Gubernur tentang Wakaf, nantinya BMA dapat mendukung para nazir wakaf masjid, meunasah dan berbadan hukum dalam mengembangkan aset wakaf melalui pendayagunaan infak yang dihimpun BMA. Dengan kemitraan ini, potensi wakaf di Aceh dapat diproduktifkan dan manfaatnya akan lebih besar dirasakan oleh masyarakat. 

“Saya kira, untuk mengembangkan wakaf diperlukan sinergi nazir, Baitul Mal, Kemenag, BWI dan mitra lainnya,” ujarnya. Sinergi ini penting mengingat wakaf telah menarik perhatian banyak pihak. Momentum ini patut dimanfaatkan untuk mengajak kaum muda berwakaf, menggunakan teknologi digital, dan mendesain wakaf produktif. Nazir harus merebut peluang masyarakat yang gemar wakaf dan bersedekah.   

Khairina menekankan pentingnya penguatan ekosistem wakaf seperti membangun kepercayaan masyarakat, meningkatkan kapasitas nazir, dan meningkatkan literarasi wakaf. Ekosistem penting lainnya adalah melengkapi regulasi dan sinergisitas antar lembaga. “Satu hal yang harus diperhatikan nazir supaya sukses dengan memperbaiki tata kelola dan membuat laporan secara berkala,” katanya.   

Pelatihan Nazir Wakaf berlangsung satu hari penuh di Hermes Hotel, dihadiri sekitar 30 nazir di Banda Aceh dan Aceh Besar. Membahas topik Peran Nazir dalam Pengembangan Wakaf oleh Ketua BWI Aceh Dr H A Gani Isa SH MH, Manajemen Wakaf Produktif oleh Wakil Ketua BWI Dr Armiadi Musa MA, dan Penguatan Transparansi dan Akuntabilitas Pengelolaan Wakaf melalui Sistem Pelaporan yang Akuntabel oleh Anggota BWI Dr Irfan Syauqi Beik. Anggota Badan BMA Khairina, menyampaikan materi dengan topik Masa Depan Ekosistem Wakaf.

Seorang peserta pelatihan Shafwan Bendadeh MSh mengatakan, pelatihan ini cukup bermanfaat dalam memotivasi dan meningkatkan kapasitas nazir. Dari pelatihan ini pula peserta menyadari perlunya wakaf produktif dan membuat laporan berkala supaya pengelolaan wakaf menjadi kredibel dan akuntabel. Melalui forum itu, para nazir mendapatkan peluang dan jaringan baru, sehingga cukup membantu dalam memproduktifkan wakaf yang mereka kelola. (Sayed M Husen)